https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Zaytun Gantar

SYEKH Panji Gumilang punya banyak pilihan lokasi calon pesantren yang didirikannya. Ia pernah ke Sukabumi. Cari tanah luas di sana.

Dapat. Pemilik tanah minta ikut memimpin pesantren. Panji tidak mau. Gagal. Lalu ke Banyuwangi. Tidak menemukan tanah luas.

Lokasi yang ia incar sudah dikuasai keluarga Cendana. Lalu ke Lampung. Juga gagal.

Mencari lagi ke Subang. Dapat. Tapi harga tanahnya tiba-tiba naik. Ia kalah bersaing dengan industri: tanah itu juga diincar Sinivasan.

Jadilah lokasi itu pabrik Texmaco. Panji terus ke timur. Pakai mobil Panther model jip. Yang rodanya sudah diubah menjadi mobil off road.

Mobil itu siap untuk menerabas desa-desa yang belum ada jalan beraspal. BACA JUGA : Zaytun Gontor

Prinsipnya: cari tanah murah. Jelek pun tak mengapa. Kian jauh dari Jakarta, mestinya, kian murah.

Panji terus ke timur. Masuk Indramayu. Ke pedalamannya. Dari desa ke desa. Terbacalah di salah satu gerbang desa: Desa Gantar.

Baru sekali itu ia tahu ada desa bernama Gantar. Asosiasinya langsung ke Gontor. Gantar dan Gontor.

Mirip sekali. "Di sini saja. Kita cari tanah di sini," katanya dalam hati.

Di Gantar ini Panji mampir warung sate. Makan sate. Melihat ada orang bermobil ke Gantar seorang penduduk mendekatinya: Cari tanah? Awalnya Panji tidak mengaku.

Tapi warga di situ tahu gelagat orang yang cari tanah. "Ada tanah luas di sana. Tapi tanahnya jelek," ujar warga desa itu.

Mendengar kata ''tanah jelek'' Panji senang. Pasti harganya murah. Kawasan itu memang gersang.

Tidak banyak pohon. Belum ada gerakan penghijauan. Belum ada irigasi. Yang ada padang ilalang. Sejauh mata memandang.

Panji minta dibawa ke tanah jelek itu. Luasnya 60 hektare. Harganya murah sekali. Jadi. Panji membayarnya. Lalu membuat rumah gubuk di lokasi itu.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan