Sumatera Ekspres | Baca Koran Sumeks Online | Koran Sumeks Hari ini | SUMATERAEKSPRES.ID - SUMATERAEKSPRES.ID Koran Sumeks Hari ini - Berita Terhangat - Berita Terbaru - Berita Online - Koran Sumatera Ekspres

https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Mitsubishi baru

Kebijakan Ekonomi: Apakah Sudah Cukup Ramah bagi UMKM?

Ermalia, S.Pd.- Foto : Ist-

Dalam denyut kehidupan ekonomi Indonesia yang luas dan kompleks, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menempati posisi yang tidak tergantikan.

Dari pasar tradisional di pelosok desa hingga pusat-pusat ekonomi di perkotaan, UMKM hadir sebagai tulang punggung nyata yang menjaga roda ekonomi tetap berputar. Saat krisis ekonomi melanda, baik pada tahun 1998 maupun saat pandemi COVID-19, sektor besar banyak yang tumbang, industri manufaktur melemah, perusahaan multinasional melakukan efisiensi, dan investasi asing menurun drastis. Namun, di tengah badai itu, UMKM justru menjadi benteng ketahanan ekonomi bangsa.

Mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga beradaptasi dengan cara-cara kreatif, beralih ke platform digital, membuka lini usaha baru, dan tetap menyerap tenaga kerja di saat banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja. Inilah bukti bahwa kekuatan ekonomi Indonesia sesungguhnya tumbuh dari bawah, bukan dari atas.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM (2024), jumlah UMKM di Indonesia mencapai lebih dari 65 juta unit, dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 61 persen. Lebih dari 97 persen lapangan kerja nasional diciptakan oleh sektor ini. Jika dirata-ratakan, hampir setiap keluarga Indonesia memiliki anggota yang bekerja di usaha kecil, baik sebagai pemilik, pekerja, atau mitra. Ini bukan sekadar angka, melainkan representasi dari struktur sosial ekonomi bangsa, Indonesia adalah negara UMKM.

Namun, di balik besarnya kontribusi itu, masih tersimpan ketimpangan struktural yang membuat UMKM belum mampu menjadi kekuatan ekonomi yang sepenuhnya mandiri. Sekitar 90 persen dari total UMKM tergolong usaha mikro, dengan aset di bawah Rp50 juta dan omzet kurang dari Rp300 juta per tahun. Sebagian besar beroperasi di sektor informal, tanpa badan hukum, tanpa pencatatan keuangan yang rapi, dan tanpa akses ke lembaga keuangan formal. Di sinilah letak paradoks besar perekonomian kita, pelaku terbesar justru paling rentan.

BACA JUGA:Tren Pinjaman Mikro Dorong Napas Baru UMKM Sumatera di 2025

BACA JUGA:Kunyit Asem dan Madu Kelulut Jadi Primadona di Stand UMKM Ibu-Ibu Ber-KB

Kini, di tengah transisi politik dan arah baru kebijakan ekonomi di bawah Menteri Perekonomian Purbaya Yudhi Sadewa, harapan kembali muncul. Purbaya dikenal sebagai ekonom dengan pandangan progresif, menekankan pemerataan, produktivitas sektor riil, dan keseimbangan antara pertumbuhan dan keadilan sosial. Tetapi pertanyaannya, apakah kebijakan ekonomi yang digagas benar-benar ramah bagi UMKM?

Tiga “persimpangan” besar yang menentukan arah masa depan UMKM, yaitu akses terhadap modal, pasar, dan regulasi. Ketiganya saling berkaitan dan sering kali menjadi sumber ketimpangan utama. Akses modal memegang kendali pada tumbuh dan berkembangnya UMKM. Kendala klasik pelaku UMKM adalah sulitnya mengakses pembiayaan formal. Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Ultra Mikro (UMi), hingga LPDB-KUMKM, realisasi di lapangan belum merata. Banyak pelaku usaha tidak memenuhi syarat administratif, akhirnya memilih jalur informal dengan bunga tinggi, yang justru mempersempit ruang pertumbuhan.

Kedua adalah akses pasar, di mana kita dihadapkan pada digitalisasi dan dominasi. Era digital membuka peluang luar biasa bagi UMKM untuk memperluas pasar. Pandemi mempercepat proses ini, jutaan pelaku usaha beralih ke platform daring untuk menjual produk mereka. Namun, di balik geliat digitalisasi, muncul masalah baru, ketimpangan kemampuan adaptasi.

UMKM di perkotaan dengan akses internet baik dan literasi digital memadai mampu tumbuh pesat. Sementara itu, pelaku usaha di daerah terpencil kesulitan bersaing karena terbatasnya infrastruktur dan pengetahuan. 

BACA JUGA:Gandeng Apumindagi Sumsel, Bank Mandiri Gelar Bimtek UMKM Agar Naik Kelas

BACA JUGA:Dari Balik Jeruji Besi, WBP LPP Kelas IIA Palembang Hasilkan Produk UMKM Beromzet Jutaan Rupiah Berkat Bantuan

Selanjutnya adalah regulasi. Dalam wacana publik, pemerintah sering menegaskan komitmen terhadap penyederhanaan regulasi usaha kecil. Namun, di lapangan, birokrasi masih menjadi momok.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan