Melanglang Buana sampai Amerika, Kisah Jumputan Karya Mitra Binaan Bukit Asam (PTBA)
PRODUK LOKAL : Yuniarta Nensy, pemilik usaha Jumputan Rumah Daun menunjukkan sejumlah produk kain jumputan yang ia produksi. Kini produknya sudah terkenal dan melanglang buana. -foto: ist-
SUMATERAEKSPRES.ID - Sebuah pesan singkat masuk ke aplikasi WhatsApp Yuniarta Nensy, pemilik usaha jumputan Rumah Daun. Pengirimnya seorang pejabat di instansi pemerintahan yang sedang menempuh pendidikan S2 di Cornell University, New York, Amerika Serikat (AS).
YUNI, demikian perempuan ini biasa disapa, menuturkan ia menerima order jumputan dari si pengirim pesan beberapa waktu sebelumnya. Jumputan adalah wastra khas Sumatera Selatan (Sumsel) dengan pola unik yang disebut Titik Tujuh.
Pejabat instansi pemerintahan tersebut memesan jumputan untuk diberikan kepada dosen pengujinya di Cornell University sebagai kenang-kenangan. Senyum tersimpul di wajah Yuni saat melihat foto kain jumputan karyanya jadi cinderamata di AS. "Lihat nih, kain jumputan saya sampai di Amerika. Ada yang bawa ke Cornell University. Kebetulan dia baru lulus S2, dikasih ke dosennya buat cinderamata," tuturnya.
Hal itu bukan kali pertama, sebelumnya jumputan karya Yuni juga sudah pernah sampai ke San Fransisco. Kala seorang temannya membantu menjual jumputan di Bali kemudian salah satu pembelinya adalah turis asal AS. Saat pulang ke AS, turis tersebut berfoto di Jembatan San Fransisco sambil mengenakan syal dari jumputan.
"Ada yang dijual teman di Bali, dibeli turis-turis, dijadikan syal. Dibawa ke San Fransisco, terus foto di jembatan San Fransisco. Jumputan saya melanglang buana," ucap Yuni. Hasil karya Yuni punya ciri khas, berbeda dari jumputan lainnya. Motifnya bergradasi, menyerupai matahari yang bersinar. Tapi menurut pengakuan Yuni, motif yang seolah bercahaya itu sebetulnya ditemukan secara tidak sengaja.
BACA JUGA:Perkenalkan Kain Jumputan hingga Olahan Makanan
BACA JUGA:Pelatihan Batik Jumputan Khas Lahat, Peningkatan Kreativitas dan Perekonomian
"Saya bisa menemukan motif seperti itu sebetulnya kecelakaan. Harusnya saat masih agak basah dibuka, namun waktu itu setelah kain sudah kering baru dibuka. Hal ini yang buat motif saya jadi beda dengan orang. Sekarang malah jadi ciri khas karya saya," ucapnya.
Usaha jumputan dengan merek Rumah Daun ditekuni Yuni sejak 2022. Sebelumnya dia membuat kain eco print. Tapi kurang laris. Di berbagai pameran, Yuni memperhatikan ternyata wastra lokal lebih diminati. Karena itu, dia mencoba membuat kain jumputan khas Sumsel. Tak mudah membuat jumputan, prosesnya panjang. Mulai dari mencari kain yang cocok, menggambar motif, menjahit ikatan, persiapan pencelupan, pembuatan pewarna, hingga pencelupan.
Pada masa awal memproduksi jumputan, Yuni hanya dibantu kedua anaknya. Kain jumputan yang diproduksi berukuran 3 kali 1,5 meter. Harganya antara Rp 600-700 ribu. Sejak awal, Yuni menggunakan pewarna alami dari daun ketapang. "Kain warna alam itu enggak bisa konsisten warnanya. Itu lah uniknya jumputan. Warnanya tiap kain pasti beda. Motif khasnya titik tujuh," ujar Yuni.
Rumah Daun mulai berkembang setelah menjadi mitra binaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) pada pertengahan 2022. Berbagai dukungan diberikan PTBA, mulai dari PUMK (pendanaan usaha mikro kecil) untuk modal usaha, pembelian bahan baku, pelatihan, pemasaran, hingga promosi melalui pameran-pameran. "Awal saya usaha sampai sekarang, dibantu Bukit Asam supaya roda perekonomian kami berputar," tuturnya.
BACA JUGA:Pelatihan Batik Jumputan Khas Lahat, Dorong Kreativitas dan Perekonomian Lokal
BACA JUGA:Berdayakan Perempuan, PT TeL Gelar Pelatihan Jumputan
Jumputan produksi Rumah Daun kini semakin dikenal. Pemesanan pun berdatangan hingga Yuni harus menambah pekerja. Dari awalnya hanya dibantu kedua anaknya, kini dia mempekerjakan 10 orang untuk membantu mengumpulkan daun yang menjadi bahan baku pewarna alami, administrasi, dan menjahit. Selain itu, Yuni juga bekerja sama dengan dua kelompok ibu rumah tangga untuk membuat ikatan motif.
