Generasi Instan Jawaban, Ketika Anak-anak Terlalu Bergantung pada Meta AI
Fenomena “generasi instan” mulai terlihat di era Meta AI—anak-anak kini tumbuh dengan kemudahan mendapatkan jawaban sekejap, namun berisiko kehilangan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan empatik. Foto:Meta AI--
SUMATERAEKSPRES.ID — Di tengah derasnya arus kemajuan teknologi, anak-anak masa kini tumbuh dalam lingkungan digital yang serba instan.
Cukup dengan mengetik pertanyaan, jawaban muncul hanya dalam hitungan detik.
Salah satu inovasi yang tengah populer adalah Meta AI, asisten cerdas buatan perusahaan teknologi raksasa Meta yang kini hadir di berbagai platform seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp.
Namun, di balik kemudahan dan kecepatan itu, muncul kekhawatiran baru: generasi muda yang semakin bergantung pada kecerdasan buatan (AI) untuk berpikir, belajar, bahkan berinteraksi.
BACA JUGA:Laga Penentu Nasib, Indonesia Jumpa Arab Saudi di Stadion King Abdullah Sport City
BACA JUGA:Sumsel Masuk Perempat final Cabor Pencak Silat Pornas XVII Korpri 2025 Kategori Tunggal Putra Senior
1. Anak-anak dan “Generasi Instan”
Pengamat teknologi pendidikan, Dr. Maya Arifin, menilai fenomena ini sebagai bentuk lahirnya instant knowledge culture — budaya pengetahuan instan di mana rasa ingin tahu tergantikan oleh keinginan mendapat jawaban cepat.
“Anak-anak sekarang cenderung tidak melalui proses eksplorasi. Mereka ingin hasil, bukan perjalanan mencari jawaban,” ujarnya.
Kebiasaan langsung “bertanya pada AI” tanpa berusaha mencari tahu sendiri, menurutnya, berpotensi menghambat perkembangan pola pikir alami yang seharusnya tumbuh dari rasa penasaran dan proses penemuan.
BACA JUGA:Modus Tawarkan Penyelesaian Kasus, Jaksa Gadungan Ditetapkan Sebagai Tersangka
2. Hilangnya Kemampuan Kritis dan Kreatif
Meta AI, seperti halnya sistem kecerdasan buatan lain, dirancang untuk memberikan jawaban cepat, logis, dan efisien.
Namun, ketika anak terlalu sering menggunakan AI sebagai “otak kedua”, kemampuan berpikir kritis dan kreatif bisa melemah.
Psikolog anak Nirmala Sudrajat menjelaskan, “Anak-anak perlu ruang untuk gagal, mencoba, dan berpikir sendiri. Kalau semua jawaban sudah tersedia dari AI, imajinasi dan nalar mendalam mereka akan tumpul.”
