Minus Dua
--
Leong Putu
Saya bersyukur punya rekan kerja yang baik hati. Tiap hari kamis saya selalu diingatkan :"hati² pak, jangan sampai lehernya digigit nyamuk lagi!". Selalu begitu. Awal mulanya dulu, pagi2 mereka lihat katanya leher saya merah² dibeberapa titik. Karna mereka rekan kerja yang baik, mereka lantas mengingatkan :"Pak, leher bapak kelihatan merah²nya!". Saya jawab :" oh iya..., mungkin tadi malam digigit nyamuk". "Nyamuk....apa nyamuk?" : sergah mereka beramai-ramai, lantas tertawa. Semenjak itu tidak ada lagi merah² di leher. Pindah.
Agus Suryonegoro III
TIONGKOK punya banyak tradisi pengobatan dan atau penyembuhan yang mendunia Dan sebagian sudah diakui dunia barat. Pembelajarannya pun menggunakan metode barat. Sebagian memang masih "testimony based". Tetapi sudah ada yang sudah "evidence based", sehingga diakui kefokteran barat. Termasuk saya, bersama rombongan HIDAMI (himpunan dokter akupunktur medik Indonesia) sudah sampai ke Guangzhou. Ikut mempelajarinya. Nah sekarang, sudah waktunya, Indonesia juga mencoba mengembangkan metide pengobatan dan penyembuhan asli Indonesia yang bisa "dicari titik ilmiahnya". Tuk dikembangkan.. ### Sangkal putung, tenaga dalam, pijat bayi.. Mungkin masih bisa ditambah daftarnya. Pulau Sumatra, Kalimantam, Sulawesi, Maluku, Papua.. Semua punya "budaya penyembuhan" yang perlu diteliti.. Sebagai praktisi, saya siap membantu pemerintah..
Fa Za
Selama puluhan tahun, pemerintah hanya mengandalkan 3M utk mencegah DBD (menguras, menutup, dan mengubur tempat yg dapat digenangi air). Begitu ada wolbachia yg canggih dpt mencegah penyebaran DBD langsung dari sumbernya, malah banyak yg menentang hanya karena melibatkan pihak asing. 3M yg selama ini digalakkan sudah tidak efektif, bahkan sudah berubah menjadi Menguras isi dompet utk berobat, Menutup dompet krn sudah kosong, dan Mengubur pasien karena gagal dlm pengobatan.
Mirza Mirwan
Ingat demam berdarah jadi ingat kasus Si Kecil saat usia dua tahun nun 24 tahun silam. Saat itu ia mengalami demam. Saya bawa ke dokter yang praktek selang berapa rumah dari rumah saya. Kata dokter Si Kecil kena tifus. Eh, dua hari kemudian demamnya lebih mengerikan. Saya tes dengan termometer (model kempit di ketiak) panasnya 40°. Saya panik. Benar-benar panik. Segera saya larikan ke rumah sakit. Saat itu sudah malam. Dari IGD anak saya langsung dibawa ICU. Esoknya, dari dokter spesialis anak yang menanganinya, saya tahu Si Kecil mengalami Dengue Shock Syndrome (DSS). Saya kaget, tentu saja. Rumah saya itu rasanya tak ada nyamuk. Kok bisa anak saya kena demam berdarah. Tetapi kemudian saya ingat, tiap pagi saat kakaknya yang sudah kelas 2 SD sekolah, Si Kecil suka main di rumah sebelah, rumah eyangnya. Mungkin di situlah Si Kecil digigit nyamuk. Dua hari di ICU demamnya turun. Tapj, eh, tiba-tiba Si Kecil malah dibawa ke ruang rontgen. Hari berikutnya ia tak mau makan. Ibunya sampai uringan-uringan. Gantian ibunya yang saya marahi. Namanya anak kecil, sedang sakit, kalau tak mau makan pasti karena memang tersiksa bila makan. Akhirnya perawat memasang sonde (feeding tube) untuk mengatasi susah makan itu. Tetapi waktu menyaksikan pemasangan sonde itu saya benar-benar menangis. "Ya Allah, kenapa harus Si Kecil yang menanggung penderitaan ini?" keluh saya dalam hati. Alhamdulillah, setelah 11 hari di RS (6 hari di ICU) Si Kecil boleh pulang.
*) Dari komentar pembaca http://disway.id
