Sumatera Ekspres | Baca Koran Sumeks Online | Koran Sumeks Hari ini | SUMATERAEKSPRES.ID - SUMATERAEKSPRES.ID Koran Sumeks Hari ini - Berita Terhangat - Berita Terbaru - Berita Online - Koran Sumatera Ekspres

https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Mitsubishi baru

Sistem Peradilan Pidana Anak Terkadang Dirasakan Tidak Adil Bagi Korban dan Keluarga

Edi Hendri SST MSi. FOTO: IST--

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Kasus pembunuhan yang melibatkan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Kabupaten Muratara, ditanggapi Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Sumsel.  Yakni diduga dilakukan pelaku ABH berusia 10 tahun, berinisial Gn. 

Wakil Ketua KPAD Sumsel Edi Hendri SST MSi, menyampaikan dilihat dari perspektif UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa ABH mesti dipastikan dulu usianya berdasarkan akta kelahiran atau Kartu Keluarga (KK).

BACA JUGA:Terkuak Lagi Kasus Anak Durhaka, Bakar Mobil Ibu Kandung di OKU, setelah Heboh Anak Tembak Ibu di OKU Timur

BACA JUGA:Kejaksaan Lahat Tetapkan Tuntutan Terhadap Terdakwa Kasus Anak, Ini Tuntutannya!

Kata dia, anak yang berusia 12 tahun baru bisa diproses hukum.  "Jadi kalau seandainya dia sudah bentuknya melanggar hukum, tentunya mereka harus dilakukan upaya diversi penyelesaian perkaranya di luar proses hukum yang berlaku," katanya, kemarin.

Menurutnya harus ada kesepakatan para pihak, pihak pelaku dan korban. Tapi kalau dia sudah terkait dengan ancaman hukuman perkara misalnya pembunuhan dan lain-lain, ancamannya hukuman  lebih dari 20 tahun.

“Sementara usia ini mereka mendapatkan separuh dari pada hukuman orang dewasa," jelasnya.

Dia mencontohkan, ABH tuntutannya karena menghilangkan nyawa, lantas dituntut maksimal 20 tahun penjara. Maka 10 tahun mereka menjalaninya.

Pada UU Nomor 11 Tahun 2012, juga mensyaratkan bahwa anak-anak tidak boleh dipenjara seumur hidup dan pidana. 

"Itu dibahas juga di situ (UU Sistem Peradilan Pidana Anak). Misalnya mereka  melakukan tindakan yang sudah sedemikian parahnya, ya itu tidak boleh dikenakan pasal tersebut, pasal hukuman mati," ujarnya. 

Oleh karena itu, ABH harus didampingi walinya maupun dari pihak terkait sesuai aturan yang ada,  pendamping kemasyarakatan dalam pemeriksaan awal.

Begitupun mengenai permasalahan diversi, begitu kasusnya terjadi maka kedua belah pihak yang berseteru harus dipanggil dahulu, lalu keduanya didamaikan. 

Jika masalah tidak bisa putus di situ, baru nanti dibuka di hakim juga. Begitu dilimpahkan, mereka juga akan melakukan upaya diversi penyelesaian di luar pengadilan.

“Itu terkait dengan anak-anak, kalau hukumannya konteknya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012,” imbuhnya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan