
SUMATERAEKSPRES.ID - SETELAH belasan tahun, akhirnya kopi Sumsel dapat diekspor langsung ke luar negeri. Kendati saat ini baru 2 negara tujuan, yaitu Malaysia dan Australia. Direktur PT Asya Syila Nusantara, Muhammad Syarafhudin mengatakan sebenarnya secara pasar dunia, komoditi kopi ini sangat besar. "Pasarnya besar, tapi ekspor ini closing-nya (penyepakatan pembelian) yang susah," sampainya saat ditemui di Pelabuhan Boom Baru, Minggu (19/1).
Menurutnya, pasar ekspor ini tantangannya mencari buyer, mulai dari siapa buyer yang beli, kecocokan pembayaran transaksi internasional. “Karena ini lintas negara jadi harus dipastikan benar kita kirim barang dibayar. Intinya kepastian pembayaran dan kualitas bayar," ujarnya lagi.
Menjadi eksportir perdana kopi Sumsel secara langsung, pihaknya sebagai eksportir membeli kopi ini dari pengepul. "Pasar ekspor kami sementra ke Malaysia dan Australia sesuai permintaan," ujarnya.
Diakuinya, dalam melakukan ekspor, ongkos produksi menjadi salah satu kendala lantaran tak bisa langsung ke negara tujuan. "Dari sini (Palembang, red) tidak bisa langsung ke tujuan ekspor, harus ke Jakarta dan Singapura dulu," jelasnya lagi. Sementara, ekspor tahun ini ada 10 kontainer ke Malaysia dan 4 kontainer ke Australia.
BACA JUGA:Perdana, Ekspor Kopi Sumsel ke Australia, Total 277,2 Ton Senilai Rp33,6 Miliar
BACA JUGA:Sumatera Selatan Lakukan Ekspor Kopi Perdana ke Malaysia dan Australia
"Khusus hari ini (kemarin, red) 2 kontainer kirim ke Malaysia, ke Australia 1 kontainer tapi harus menunggu 2 bulan lagi baru kirim, karena permintaan mereka kopi premium ada
treatment khusus," bebernya. Dari total yang diekspor perdana, nilai ekspor ke Malaysia untuk 2 kontainer sekitar Rp3 miliar dan ke Australia Rp2 miliar," tambahnya.
Soal harga beli tergantung raw. “Saat ini kami ambil raw sekitar Rp60 ribu di tingkat pengepul. Itu masih harus proses dulu, pengeringan dan banyak lagi," sebutnya. Selama ini, ia tak menampik petani kopi banyak jual ke pengepul, pengepul lalu mengekspor kopi melalui Lampung. Ini pula yang menyebabkan banyak orang tahu kopi Lampung, padahal produksi petani Sumsel. "Kopi Sumsel ini harus kita branding terus supaya terus dikenal," pungkasnya.
Ketua Dewan Kopi Sumatera Selatan, Zain Ismed mengakui industri hilir kopi belum banyak di Sumsel. Rata-rata kopi petani Sumsel dijual ke Lampung yang banyak pabrik-pabrik kopi skala industri besar seperti Kopi Kapal Api. “Kalaupun ada di Sumsel, kebanyakan masih skala kecil atau home industry sehingga perlu ada hilirisasi industri dengan menarik investor masuk Sumsel agar mau mendirikan pabrik kopi,” tegasnya.
Karena, semakin banyak industri hilir semakin besar multiplier effect-nya bagi perekonomian Sumsel. “Sekarang dengan besarnya produksi kopi Sumsel, saya perkirakan uang beredar dari kopi saja mencapai Rp13-15 triliun. Jika industri hilir-nya bertumbuh, maka mungkin bisa menjadi 2-3 kali lipat,” terang Zain.
BACA JUGA:Apakah Sehat Minum Kopi Dicampur Durian? Ini Penjelasan dari Para Ahli
BACA JUGA:Nikmati Sensasi Kopi Lokal Premium Harga Terjangkau dari Nofu Coffee di Lima Titik Palembang
Keberadaan industri strategis tak hanya meningkatkan produktivitas, juga memberi nilai tambah bagi masyarakat, menyerap tenaga kerja, pemasukan bagi pemda dari pajak dan lain sebagainya. “Kopi Sumsel memang sebagian besar dibawa keluar provinsi atau produk ekspor, tapi ada pula untuk konsumsi domestik (dalam Sumsel, red). Potensinya besar, konsumsi terus meningkat,” lanjutnya.
Namun ada banyak kendala investor atau industri hilir mau mendirikan pabrik di Sumsel, terutama masalah keekonomian dan infrastruktur. “Di Lampung infrastrukturnya sudah lengkap. Ada pelabuhan laut yang memudahkan ekspor impor, mau menjangkau Pulau Jawa lebih dekat, tersedia jalan tol, dan lain sebagainnya,” bebernya.