TB pada anak terbagi menjadi golongan anak usia muda di bawah 5 tahun dan anak remaja 10–18 tahun. Pada anak usia muda, TB tidak menular. Sebab, anak-anak cenderung memiliki sedikit bakteri dalam sekresi lendir. Batuknya pun tidak terlalu efektif untuk mengakibatkan berkembangnya bakteri. ”Jumlah kumannya sedikit sehingga risiko penularannya minim,” jelas dr Rina Triasih MMed (Paed) PhD SpA(K).Pada anak remaja, tipe TB-nya seperti pada orang dewasa. Kalau dahaknya diperiksa positif, risiko penularannya lebih tinggi. ”Kalaupun negatif, risiko penularannya lebih rendah, tetapi tetap menularkan,” kata Rina. Manifestasi gejalanya sedikit berbeda. Pada anak usia muda, batuk tidak disertai dahak berdarah. Sering kali TB berupa batuk yang berlangsung lama lebih dari dua pekan dan tidak kunjung membaik sekalipun sudah diberi obat antibiotik. Demam lebih dari dua pekan juga perlu dicurigai. Kemudian, masalah berat badan. Nafsu makan anak cukup baik, tetapi berat badan tidak naik atau justru turun dalam dua bulan berturut-turut. ”Jadi gampang lesu, tidak seaktif biasanya. Gejala ini juga kadang dijumpai pada penyakit lain sehingga memang tidak mudah menegakkan diagnosis TB pada anak,” ujar ketua UKK Respirologi IDAI tersebut. Anak yang kontak langsung dengan pasien TB dan tidak diberi obat pencegahan berisiko tinggi tertular. Meski kondisinya baik, belum tentu beberapa bulan atau sekian tahun kemudian dia tidak sakit TB. Sebab, gejalanya bisa timbul dua tahun setelah kontak dengan pasien TB. ”Kalau daya tahan tubuh anak tersebut kuat, kuman TB bisa ditendang sehingga tidak ada infeksi, tidak ada gejala, dan tidak ada sakit. Ada pula yang kumannya masuk, tetapi sistem pertahanan tubuhnya mampu memagari,” jelas Rina.
Jadi, ada kuman di dalam tubuhnya, tetapi tidak menimbulkan gejala. Kasus itu biasa disebut infeksi laten TB. Kalau pada Covid-19 disebut orang tanpa gejala (OTG). Anak-anak atau orang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus lebih banyak terkena TB ekstraparu berat. Jenis itu lebih fatal. Bakteri TB yang masuk ke saluran napas akan ikut mengalir bersama pembuluh darah. ”Kalau daya tahan tubuhnya rendah, bakteri itu bisa menempel di selaput otak, misalnya, mengakibatkan meningitis atau radang otak oleh TB,” terangnya.Dalam hal ini, anak bukan penular, lanjut Rina, melainkan korban yang terpapar. Karena itu, pasien TB harus menjalani pengobatan sampai tuntas dan meminumnya secara teratur. Yakni, selama enam bulan pada TB ringan dan 12 bulan pada TB ekstraparu berat. ”Sudah ada obatnya, bisa sembuh. Harus teratur dan tepat dosisnya. Jumlah obatnya pun bukan hanya satu, minimal dua bulan pertama itu minum tiga macam obat. Selanjutnya, setelah dua bulan itu dua macam obat,” papar Rina. Lamanya jangka pengobatan kerap menjadi permasalahan. Ada orang-orang yang putus berobat. Akibatnya, TB tidak bisa sembuh, bahkan mengakibatkan kematian. Bisa juga mengakibatkan kebal terhadap obat sehingga penanganannya lebih sulit. (jp/lia)
Kategori :