Konon katanya, antara ibu mertua dan menantu perempuan acap kali tak muncul titik temu. Yang tua ingin dihormati, yang muda ingin dihargai. Sang ibu, merasa memiliki putra yang mestinya bertanggung jawab berbakti padanya.
Sementara istri dari putranya pun menuntut hak untuk dikasihi, diperhatikan, dan dipedulikan sang suami. Masing-masing menuntut hak, masing-masing merasa ingin dinomorsatukan. Masing-masing merasa lebih penting dari yang lain. Andai di rumah tidak bicara hak, tentu akan ada kedamaian. Andai di rumah-rumah saling menunaikan kewajiban, perang takkan meletus. Jika bicara dengan cinta, menatap dengan cinta, bekerja dengan cinta, dan memiliki karena cinta, tentu sakinah akan terbentang sebagai hadiah. Sejarah mencatat tentang kakek kita Nabi Ibrahim Alaihis Salam. Telah lama dia tidak berjumpa dengan putranya, Nabi Ismail AS. Suatu hari ia berkunjung ke suatu rumah yang konon kata orang adalah kediaman sang putra. Begitu mengetuk pintu, seorang wanita muda menyambutnya dengan ketus dan sinis. Padahal perjalanan yang ditempuh sangatlah jauh. Tambahan pula, Beliau sangat rindu kepada sang putra. BACA JUGA : 7.599 Jemaah Haji Tunggu Jadwal Pelunasan Karena sang putra sedang tidak di rumah dan sang menantu menyambutnya dengan tidak santun, Beliau pun mengundurkan diri dan kembali melanjutkan dakwahnya.Saat Ismail pulang, sang istri menceritakan bahwa mertuanya datang. Dengan sedikit murka, Ismail menyusul sang ayah yang telah lama dirinduinya. "Gantilah palang pintu di rumahmu, Nak," ujar sang ayah selepas mereka melepas rindu. Ismail pun tak menolak nasihat ayahnya.Andai yang muda mau hormat sedikit saja, tentu makin merekat hubungan cinta. Kadang-kadang egolah yang menyihir dan menyetir hati kita hingga kita merasa orang tua pasangan bukanlah orang tua kita. Cinta kita tak sama dengan orang yang melahirkan dan mengasuh kita. Karena hati kita jauh dari cahaya Ilahi.
Kategori :