PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Laju pengentasan kemiskinan di Sumsel terbilang sangat lambat. Selama rentang 15 tahun (2014-2024), hanya turun sekitar 2 persenan. Per tahun rata-rata turunnya sekitar 0,2 persen. Dari 13 persen pada 2014, saat ini masih sekitar 10 persen.
Penyebab lambatnya penurunan angka kemiskinan ini dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya, salahnya intervensi dan kebijakan yang diterapkan pemerintah. Evaluasi itu diungkapkan Spesialis Koordinasi Pemerintah Pusat-Daerah Untuk Penanggulangan Kemiskinan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Edi Safrijal.
Hal itu ia sampaikan pada Rapat Koordinasi Penanggulan Kemiskinan dan Tim Percepatan Penurunan Stunting di Hotel Beston, kemarin (11/12). "Selama 10 tahun terakhir, rata-rata penurunan tingkat kemiskinan di Sumsel hanya mencapai 0,2 persen per tahun. Artinya, ada yang salah dalam kebijakan yang dilakukan. Fokus yang terlalu besar pada infrastruktur mengabaikan kebutuhan mendasar masyarakat," ungkap dia,
Edi menekankan, pendekatan yang tepat adalah menciptakan kebijakan yang berfokus pada pembangunan manusia. “Bukan hanya pembangunan infrastruktur," katanya. Dia melihat, meski pertumbuhan ekonomi di Sumsel baik, tapi hanya menjangkau kelas menegah. Karena mereka, sehat, punya network dan pendidikan tinggi dan lainnya.
“Sedangkan yang miskin tidak ada,” cetusnya. Karenanya, ke depan bukan pertumbuhan ekonomi didorong. Tapi menginklusifkan pertumbuhan ekonomi. “Bukan apa-apa ya. Kalau tidak bisa diakses mereka yang miskin, maka pertumbuhan ekonomi itu belum memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan. Bisa dibilang pertumbuhan tidak berkualitas," tegas Edi.
Diakui Edi, pengentasan kemiskinan dan stunting ini perlu langkah-langkah luar biasa (extraordinary measures). Baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. "Kemiskinan dan stunting adalah dua isu yang tidak dapat dipisahkan. Upaya penanggulangan kemiskinan menghadapi tantangan besar dimana tingkat penurunan yang relatif lambat meskipun berbagai intervensi kebijakan dan dukungan anggaran telah dilakukan," ulas dia.
Nah, pengentasan kemiskinan di Sumsel punya tantangan tersendiri. Sebab, Sumsel memiliki karakteristik unik. Ada kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi sehingga selalu berada dalam risiko jatuh ke garis kemiskinan. "Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di wilayah ini menjadi indikator penting yang harus diawasi secara konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan memastikan pendapatan masyarakat lebih merata," jelasnya.
Berdasarkan data, kata Edy, sekitar 70 persen garis kemiskinan disumbang oleh pengeluaran untuk makanan, seperti beras, telur, daging ayam, dan rokok. Beras sendiri menyumbang 10 persen dari garis kemiskinan. Sedangkan rokok menjadi penyumbang terbesar kedua. "Makanya sembako menjadi penting karena kondisi ini menunjukkan kebijakan pengendalian harga kebutuhan pokok sangat penting untuk mengurangi tekanan ekonomi bagi masyarakat miskin," tutur Edi.
BACA JUGA:Kabupaten Lahat Catat Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem Tertinggi dalam Tiga Tahun Terakhir
BACA JUGA:SDA Melimpah, Angka Kemiskinan Lahat Masih Dua Digit
Nah, penanggulangan kemiskinan ini tidak bisa dilakukan secara instan. Program seperti bantuan sosial memang dapat memberikan bantuan cepat. Tapi tidak memberikan solusi jangka panjang yang berkelanjutan. “Bansos tidak baik untuk keberlanjutan. Yang diperlukan adalah pemberdayaan ekonomi dan penguatan kapasitas masyarakat, meskipun ini membutuhkan waktu dan proses yang tidak mudah," tambahnya.
Sekda Sumsel Edward Chanda mengatakan, menekan inflasi dan kemiskinan harus dilakukan secara masif. Salah satunya yang akan dilakukan memasifkan Gerakan Sumsel Mandiri Pangan Seperti Gerakan Sumsel Mandiri Go to School (GSPM) di sekolah-sekolah hingga Sumsel Mandiri Go to Office di kantor-kantor.
Kata Edward, pemprov Sumsel berhasil mendapatkan insentif fiskal sebesar Rp6,6 miliar atas keberhasilannya dalam menurunkan angka stunting. Sebanyak 13 kabupaten/kota mencatatkan penurunan angka stunting, sementara dua kabupaten berhasil menghapuskan kemiskinan ekstrem. "Alhamdulillah, ini menjadi motivasi bagi kita semua untuk terus meningkatkan capaian. Monitoring dan evaluasi menjadi hal penting, karena dari situ kita tahu bahwa kita dinilai. Hasil ini juga menjadi insentif untuk pengembangan lebih lanjut,” ujar