Dia menegaskan, program optimalisai lahan rawa ini sepenuhnya akan menggunakan APBN. Dipastikan ketersediaan anggarannya cukup, baik melalui dana recofusing ataupun pemangkasan perjalanan dinas dan lain sebagainya.
"Saya tegaskan juga, semua program ini gratis dari pemerintah untuk petani. Jadi jangan ada lagi oknum yang memanfaatkan situasi atau kondisi. Semisal ada bantuan alat atau apapun, kemudian diberikan ke petani tetapi minta tebusan," tegas Mas Dar mengingatkan.
Hanya saja kondisi anomali Sumsel, swasembadan hasil produksi padi tetapi beras menjadi penyebab inflasi. Ketika panen raya, harga padi turun. "Ini sudah kami koreksi, karena ini bukan hanya terjadi di Sumsel, tetapi juga daerah lain,” sebutnya.
Ke depan, sambung Mas Dar, Bulog akan dialihkan sebagai logistik dan penyeimbang harga. Bukan sebagai perusahaan. “Maka berfungsi untuk menyerap gabah petani, tanpa ada syarat harus seperti ini dan itu," pungkas.
BACA JUGA:Duka Menimpa Petani di Musi Rawas, Pulang Berkebun Rumah Terbakar Tinggal Abu dan Arang
BACA JUGA:Petani Muratara Sambut Positif Kenaikan Harga TBS Sawit
Plt Dirjen Lahan dan Irigasi Kementerian Pertanian, Husnain, menjelaskan lahan potensi cadangan cetak sawah di Sumsel tahun 2026-2027, seluas 409.977 hektare untuk di seluruh kabupaten/kota.
Dengan potensi cetak sawah di 7 kabupaten/kota, yang sudah di-clear and clean lahannya. Yakni, Kabupaten OKI, Ogan Ilir (OI), Banyuasin, Musi Banyuasin (Muba), Muara Enim, OKU Timur, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).
"Adapun cetak sawah di 2025, seluas 150 ribu hektare ada di 5 Kabupaten. Yakni, OKI dengan luasan 60.896 hektare, Ogan Ilir 22.684 hektare, Muba 31.754 hektare, OKU Timur 24.238 hektare, dan PALI seluas 10.428 hektare," papar Husnain.
Penjabat Gubernur Sumsel Elen Setiadi SH MSE, menyampaikan potensi lahan rawa Sumsel paling besar. Tetapi selama ini, tidak banyak petani yang memanfaatkan menjadi sawah rawa, karena marginnya tipis. Kalaupun ada petani yang mengerjakan, sudah tidak ada pekerjaan lain.
"Makanya untuk mengarap lahan rawa ini, kalau tidak dibantu pemerintah agak sulit," jelasnya. Padahal lahan rawa ini ketika musim kemarau, akan menyebabkan potensi karhutla. Melalui optimalisasi lahan rawa, akan mengatasi permasalahan karhutla dan lebih produktif dengan meningkatkan hasil panen padi.
BACA JUGA:Diberdayakan BRI, Petani Mangga Bondowoso Tingkatkan Produktivitas dan Kesejahteraan
BACA JUGA:Harga Getah Karet Naik Rp15 Ribu per Kilogram, Petani di Muratara Bersorak Gembira
Elen juga menjelaskan soal kondisi anomali di sektor pertanian Sumsel. Kemampuan produksi padi tinggi, dapat memenuhi 2 lipat kebutuhan. Bahkan menyokong daerah lain, tapi beras masih menyebabkan inflasi.
"Ini karena hasil produksi padi Sumsel tidak dihilirisasi di sini, sehingga membuat sumber inflasi beras. Padi yang dihasilkan malah dihilirisasi di provinsi lain, kemudian berasnya dibeli Bulog untuk kemudian di pasarkan kembali di Sumsel,” bebernya.
Oleh karena itu, menurutnya perlu langkah atau solusi end to end yang dilakukan di Sumsel. “Biar produksi padi yang tinggi, dampaknya dapat terasa secara maksimal di sini (produksi padi dan proses hilirisasinya dilakukan semua di Sumsel)," pungkasnya.