Tidak mengherankan ada beberapa kasusyang berujung timbulnya depresi hingga bunuh diri dari pihak peminjam. Tingginya jumlah utang pinjol menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi semua pihak khususnya dalam memahami literasi keuangan terkait utang piutang. Mayoritas banyak yang melakukan pinjaman daring hanya untuk memenuhi hiburan semata, salah satunya ialah judol. Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlah pemain judi online (judol) di Indonesia mencapai 4 juta orang (www.ppatk.go.id). Adapun dari jumlah tersebut, mayoritas penikmat judi daring berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah.
Dengan kemampuan finansial terbatas, tidak mengherankan jika kelompok tersebut mengambil jalan pintas dengan mengandalkan pinjaman yang proses pencairan cepat dan tidak membutuhkan waktu yang sangat lama.
Mengingat penikmat bisnis haram tersebut berada di angka yang fantastis, Komdigi tidak hanya fokus dalam memberantas pinjol ilegal saja. Namun, juga harus memutus mata rantai kegiatan judol di Indonesia. Jika situs judol dapat ditutup, maka hal tersebut akan berbanding lurus dengan turunnya jumlah utang piutang pinjol.
Selanjutnya, Program yang tidak luput dari perhatian selanjutnya ialah kasus peretasan (hacking). Beberapa waktu lalu publik dihebohkan dengan kasus peretasan Pusat Data Nasional (PDN), yang dimana 282 datainstansi pemerintah di serang oleh virus ransomware. Peretasan tersebut memberikan efek terganggunya sektor pelayanan birokrasi di setiap institusi. Parahnya, masyarakat harus sampai kehilangan hak nya. Salah satu contoh peretasan yang dialami situs di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), bahwa terdapat 800 ribu data calon mahasiswa pendaftar Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah) ikut hilang sebagai akibat dari gangguan Pusat Data Nasional (emedia.dpr.go.id).
Hilangnya data calon mahasiswa tersebut tentunya akan memberikan efek domino terhadap kelangsungan kegiatan perkuliahan mengingat aspek finansial (ekonomis) merupakan salah satu faktor pendukung sarana dan prasarana demi menjaga kelancaran kegiatan perkuliahan di instansi perguruan tinggi . Tidak hanya mahasiswa, pihak kemdikbud pun harus kerepotan untuk mencari dan merekapitulasi data calon mahasiswa tersebut.
Hilangnya data calon mahasiswa bahkan dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh para hacker yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Upaya preventif harus dikedepankan dalam menangani keamanan siber. Semua pihak mulai dari Kepolisian, Komidigi, Badan Siber dan Sandi Negara, dan berbagai institusi terkait (stakeholder), harus berkoordinasi dan berkolaborasi dalam mencegah serangan siber untuk periode selanjutnya.
Maka dari itu, perubahan nomenklatur jangan hanya sekedar mengubah nama belaka. Mengubah kualitas SDM yang lebih mumpuni dan bertanggung jawab dalam menjaga kedaulatan digital, merupakan puncak harapan tertinggi bagi rakyat Indonesia. (*)