Kasus Gambling Disorder Meningkat, Kecanduan Tak Bisa Sembuh

Senin 07 Oct 2024 - 19:37 WIB
Reporter : Rendi
Editor : Edi Sumeks

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Belakangan orang kecanduan judi online (judol) yang berobat jalan ke RS Jiwa Ernaldi Bahar Palembang makin hari makin meningkat. Psikiater dr RA Mulya Liansari SpKJ (K) menjelaskan, minimal setiap pekan ia menerima tiga pasien konsultasi gangguan perjudian. Kasusnya 90 persen akibat judi slot, sisanya trading forex, judi bola, dan Mahjong.

Sayangnya, lanjut dr RA Mulya, semua pasien datang dalam kondisi kecanduan, depresi, uang banyak habis, terlilit utang, jadi bukan baru coba-coba. “Mereka berhutang kepada keluarga, teman, hingga pinjol (pinjaman online). Ada pasien saya yang utangnya mencapai Rp500 juta, habis untuk judol,” ujar spesialis kedokteran jiwa dan subspesialis adiksi ini kepada Sumatera Ekspres.

Pasien tersebut dibawa keluarganya berobat, karena tak bisa berhenti berjudi padahal utang numpuk. Bingung mau diapakan. Dr RA Mulya mendiagnosis pasien-pasien seperti ini menderita gambling disorder (gangguan perjudian) atau judi patologis. Kondisi ini ketika pasien tak mampu mengendalikan dorongan berjudi, meskipun ia menyadari efek negatifnya. Mau menang, mau kalah. Kalau tak berjudi, mereka gelisah, cemas, bingung, gemetar, dan sebagainya.

“Ada pula yang berobat sendiri, stres dikejar-kejar pinjol. Ditelpon, ditagih terus menerus hingga tak fokus kerja. Mau bayar utang bagaimana, kadang mereka (pasien) jadi berpikir sampai mau mengakhiri hidup atau bunuh diri saking putus asanya,” ceritanya. 

BACA JUGA:Sedekah Online Solusi Cerdas untuk Memperkuat Iman dan Menanggulangi Judi Online

BACA JUGA:Sedekah Digital Cara Cerdas Memperkuat Iman dan Menangkal Judi Online!

Masalahnya sekarang, judol menyentuh semua lapisan masyarakat dengan pekerjaan dan tingkat ekonomi bervariasi. Ada PNS, karyawan swasta, driver online, macam-macam pekerjaannya. Akibat kecanduan judol, kerjanya tak sebagus dulu, sering ditegur atasan, mendapat peringatan, hingga diberhentikan. Sebagian besar kehidupannya didominasi berjudi, yang awalnya hanya main di malam hari, lalu sepanjang hari. 

Efek candu judol, lanjut dr RA Mulya, sama seperti mengonsumsi narkoba. Dari coba-coba (eksperimental), ke aktivitas sosial pakai narkoba saat ketemu teman atau di acara orgen tunggal, sampai kemudian menyalahgunakan (abuse). “Pokoknya jangan coba-coba main judol, mekanisme otak yang bekerja ini sama. Apalagi kita tidak tahu, apakah punya ‘bakat’ (faktor genetik, red) kecanduan atau tidak,” tuturnya. 

Ada orang rentan, punya kepribadian senang tantangan. Saat main judol, adrenalin-nya naik. “Kata pasien saya, tegangnya itu menanti kalah menang, rasanya menyenangkan. Bandar judol memanfaatkan kesempatan ini, polanya sama. Bandar memberi kemenangan di awal permainan agar player senang. Dapat uang banyak, dapat kegembiraan,” bebernya. 

Lama kelamaan penjudi berpikir tak terkalahkan, taruhan lagi dan lagi. “Hingga satu titik sang bandar melihat, oh ini orang banyak saya kasih menang. Saatnya saya kasih kalah. Dikasih kalah, penjudi justru penasaran. Rasa penasaran ini buat mereka bertahan. Menang terus main, kalah tetap main,” terangnya. Ditambah kini kecenderungan orang berjudi usai menelan atau menghirup sabu. 

BACA JUGA:Kemenkominfo Tegaskan Bahaya Judi Online: Sobat Cyber Indonesia Ungkap Rahasia Algoritma yang Bikin Rugi

BACA JUGA:Polsek Simpang Martapura Polres OKU Selatan Minta Warga Hindari Remix dan Judi Online

“Beberapa pasien yang saya jumpai begitu, mereka bilang setelah pakai sabu ngerasa bertenaga, percaya diri, makanya semangat judi slot,” katanya. Setelah kehabisan modal dan kelilit utang, motivasinya bergeser lunasi utang. “Yang ia pikirkan mendapatkan uang besar dalam waktu cepat, ya judi satu-satunya. Tetapi ia lupa judi tetap 50:50. Ada kemungkinan kalah, namun karena posisinya kecanduan ia tak berpikir soal kemungkinan kalah. Dia berpikir dulu saya pernah menang Rp80 juta, Rp100 juta,” paparnya. 

Dalam dunia adiksi, lanjut dr RA Mulya, orang kecanduan tidak ada yang namanya sembuh, yang ada pasien pulih. “Kecanduan sama seperti penyakit kronis yang sifatnya berulang. Yang bisa kita lakukan ke pasien membuatnya tidak melakukan perilaku bermasalahnya. Apakah ada kemungkinan kambuh, tetap ada. Tapi usaha kita membuat periode pulihnya selama mungkin, dan periode kambuhnya sesedikit mungkin sampai akhir hidupnya,” tandasnya. 

Kategori :