Suara gajah yang menggerung dari hutan semakin menambah ketegangan.
BACA JUGA:Keren, Sumsel Bikin Sejarah Raih 2 Juara MTQ Nasional 2024, Cabang Fahmil Putra-Putri
BACA JUGA:Nikah Siri Sah dalam Islam, Tapi Tak Diakui Hukum Negara. Berikut Penjelasannya
Kawasan HTI yang dulunya merupakan hutan dan habitat gajah kini menjadi tempat tinggal bagi warga transmigrasi sejak 1992. Konflik antara manusia dan gajah liar muncul kembali sejak 2020, dengan insiden yang mengakibatkan satu orang warga meninggal dunia pada 2021.
Serangan gajah liar meningkat pasca pembangunan jalan lintas Mura-Pali, yang memutus jalur perlintasan gajah. Hingga kini, tidak ada solusi yang memadai untuk mengatasi masalah ini, meski BKSDA terus melakukan pemantauan.
Kepala BKSDA Lahat, Yusmono, mengakui bahwa pembangunan jalan lintas Mura-Pali berdampak pada tingginya frekuensi serangan gajah liar. "Jalur lintas baru memutuskan rute perlintasan gajah yang biasa mereka gunakan.
BACA JUGA:Al Fitri Ingatkan Pentingnya Mitigasi Risiko Kerusuhan di Pilkada Serentak
BACA JUGA:Transformasi Biji Kopi Menjadi Bubuk: Cara Praktis Nikmati Kopi Berkualitas di Rumah
Aktivitas kendaraan yang meningkat di area tersebut juga mungkin berkontribusi terhadap gangguan ini," jelasnya.
Yusmono menambahkan bahwa pihaknya akan segera mengadakan pertemuan dengan masyarakat, pemerintah, dan perusahaan di wilayah Muara Lakitan untuk mencari solusi bersama.
"Kami berencana untuk melakukan rembuk untuk menemukan solusi yang tepat agar konflik antara manusia dan gajah dapat diatasi," tutupnya.
BACA JUGA:Long Weekend, 32.595 Kendaraan Melintasi Tol Terpeka, Puncak Arus Balik Diprediksi Besok
BACA JUGA:Mall di Palembang, Destinasi Belanja dan Hiburan yang Wajib Dikunjungi
Saat ini, aktivitas gajah liar masih terus berlangsung dan menetap di wilayah HTI Muara Lakitan, Kabupaten Mura, menambah kepedihan dan kecemasan bagi warga setempat.