SUMATERAEKSPRES.ID - Pada bulan Juli 2024, Korea Utara mengalami bencana banjir besar yang melanda Provinsi Chagang dan menyebabkan ribuan orang tewas serta puluhan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal.
Banjir ini juga menghancurkan ribuan rumah, lahan pertanian, dan infrastruktur penting lainnya.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, merespons bencana ini dengan tindakan keras.
Sebanyak 30 pejabat tinggi dieksekusi mati karena dianggap gagal dalam melakukan mitigasi bencana dan mengabaikan tugas mereka.
Eksekusi ini dilakukan pada bulan Agustus 2024, setelah Kim Jong Un mengadakan pertemuan darurat Politbiro untuk membahas tanggapan terhadap bencana tersebut.
Menurut laporan dari media Korea Selatan, para pejabat yang dieksekusi termasuk Kang Bong-hoon, Sekretaris Komite Partai Provinsi Chagang, dan Thae Sop, Kepala Kementerian Keamanan Publik.
BACA JUGA:Rolling Stones: 'Start Me Up' Puncaki Tangga Lagu Rock Terpanjang di Era 80-an
BACA JUGA:Inilah 16 Jenis Tanaman yang Bisa Jadi Pagar Alami, Mana Favoritmu?
Mereka dituduh melakukan korupsi dan tidak menjalankan tugas mereka dengan baik, yang berkontribusi pada tingginya jumlah korban jiwa dan kerusakan akibat banjir.
Layanan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) mengawasi situasi ini dengan cermat dan menyatakan bahwa tindakan eksekusi massal seperti ini jarang terjadi. Meskipun kemungkinan besar dilakukan untuk mencari kambing hitam atas kegagalan pemerintah dalam menangani bencana.
Banjir dahsyat ini tidak hanya menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan tekanan politik yang signifikan di Korea Utara.
Kim Jong Un menolak bantuan internasional dan memerintahkan relokasi ribuan penduduk yang terdampak ke Pyongyang untuk mendapatkan perawatan dan dukungan yang lebih baik.
Banjir di Korea Utara disebabkan oleh beberapa faktor utama, meliputi :
Hujan Lebat
Musim panas di Korea Utara sering kali disertai dengan hujan deras yang berkepanjangan, yang dapat menyebabkan sungai meluap dan banjir besar.