SUMATERAEKSPRES.ID — Higher Education Partnerships Conference (HEPCON) 2024 yang digelar di Balai Kartini Convention Center Jakarta pada 29-31 Agustus 2024 menjadi panggung utama bagi mahasiswa vokasi untuk menunjukkan inovasi mereka.
Diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), pameran ini bertujuan untuk memperkuat kolaborasi internasional dalam menghadapi tantangan global di era digital.
HEPCON 2024 menawarkan platform bagi institusi pendidikan tinggi, dunia usaha, dan asosiasi sekolah untuk berinteraksi, berbagi pengetahuan, dan mengembangkan solusi inovatif.
BACA JUGA:Oknum Menyalahgunakan Nama Pejabat Kejari Banyuasin untuk Minta Uang
Konferensi ini tidak hanya membuka peluang untuk kolaborasi baru tetapi juga memfasilitasi perkembangan ide-ide kreatif dan teknologi mutakhir.
Di antara berbagai inovasi yang dipamerkan, Rendy Azwady dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya mempresentasikan komponen penggerak motor listrik dengan tipe Axial Flux BLDC motor 2-30 Kw.
Inovasi ini memanfaatkan magnet pada piringannya untuk meningkatkan torsi sambil mempertahankan desain yang kompak. Rendy, yang memimpin timnya, menjelaskan bahwa riset dan pembuatan prototipe memakan waktu 6-8 bulan dengan melibatkan tiga anggota tim.
BACA JUGA:Penyelidikan Kasus Pembunuhan di Talang Kerikil. Lima Saksi Diperiksa, Belum Ada Tersangka
BACA JUGA:Lahat Masuk Top 7 Pendaftaran CPNS, DPRD dan Instansi Berikan Tanggapan
"Kami menciptakan komponen ini untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan menurunkan biaya produksi," ujar Rendy. Produk ini sudah dikembangkan selama tiga tahun dan mendapatkan paten hasil kerja sama antara industri dan kampus.
Sementara itu, Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) memamerkan smart drone yang dirancang untuk membantu petani mendeteksi penyakit pada tanaman padi.
Ketua Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PNJ, Aulia Rahman, menjelaskan bahwa drone ini dapat memetakan penyakit dan hama yang tidak dapat dideteksi secara manual.
"Drone ini memotret tanaman padi yang terinfeksi dan gambar tersebut diolah untuk mengidentifikasi jenis penyakit dan menentukan pengobatannya," jelas Aulia.
Prototipe drone ini memerlukan waktu dua tahun riset, dengan hasil menunjukkan akurasi deteksi sebesar 80-90 persen. PNJ berkomitmen untuk terus meningkatkan kemampuan kameranya untuk mencapai akurasi yang lebih tinggi.