PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyebab utama angka kesakitan dan kematian di seluruh dunia.
PJK menimbulkan beban kesehatan yang tinggi bagi individu dan sistem pelayanan kesehatan. Hal ini menjadi bahan penelitian Dr dr Erwin Sukandi SpPD KK FINASIM yang dipresentasikan dalam sidang promosi doktor Program Studi (Prodi) Sains Biomedis Fakultas Kedokteran Unsri, Senin (5/8).
"PJK terjadi ketika arteri koroner, yang bertanggung jawab menyuplai darah kaya oksigen ke otot jantung, mengalami penyempitan atau penyumbatan akibat timbunan kolesterol pada dinding pembuluh koroner," tulis Erwin dalam disertasi berjudul “Nilai Prediksi Elektrokardiografi dan Kadar Aldosteron Serum dalam Diagnosis Fenomena Aliran Lambat Koroner”.
Menurutnya, proses ini bisa mengakibatkan aliran darah ke otot jantung menurun bahkan berhenti, sehingga berpotensi memicu terjadinya nyeri dada hebat yang dikenal dengan serangan jantung. Faktor risiko utama PJK meliputi hipertensi, diabetes, kolesterol, obesitas, merokok, genetik, dan gaya hidup yang tidak aktif.
"Banyak pertanyaan awam, apa yang harus dilakukan sebagai pertolongan pertama jika seseorang mengalami nyeri dada? Jawabannya segera bawa ke rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan rekam jantung (elektrokardiografi, EKG) dan laboratorium," sebutnya.
BACA JUGA:Manfaat Jantung Pisang untuk Kesehatan yang Jarang Diketahui
BACA JUGA:Joging untuk Kesehatan Jantung dan Kebugaran Fisik
Bahkan jika diperlukan bisa dilakukan kateterisasi jantung. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk memastikan apakah terdapat penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah jantung sebagai penyebab nyeri dada. Jika ditemukan adanya penyempitan harus dilakukan tindakan pelebaran pembuluh darah jantung, menggunakan balon. Bila perlu dilanjutkan pemasangan cincin (stent) agar pembuluh darah tidak menyempit kembali. Namun pemeriksaan kateterisasi jantung ini bersifat invasif, berisiko dan berbiaya mahal.
Di sisi lain tidak semua rumah sakit terutama di kabupaten punya fasilitas laboratorium kateterisasi jantung. Hal menarik pula tidak semua pasien nyeri dada yang dilakukan kateterisasi lantaran penyempitan atau penyumbatan. "Sekitar 1-7 persen pembuluh darah pasien normal, tidak ada penyempitan, namun aliran darahnya lambat. Ini kita kenal dengan fenomena aliran lambat koroner atau FALK," paparnya.
Aliran lambat pembuluh darah ini seperti halnya penyempitan pembuluh darah dapat mengakibatkan ketimpangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot jantung, sehingga memicu gejala nyeri dada. Untuk itu perlu kiranya diketahui bagaimana cara mengenal lebih dini dan melakukan seleksi pasien kateterisasi jantung.
Erwin juga meneliti 58 pasien yang datang ke RSUP Mohammad Hoesin Palembang dengan keluhan nyeri dada. Tidak didapatkan penyempitan pembuluh darah koroner yang signifikan pada pemeriksaan kateterisasi jantung. Lalu dilakukan kajian rekam jantung, dengan melihat karakteristik gelombang dan interval gambaran EKG dan pemeriksaan kadar aldosteron serum.
BACA JUGA:Pendemo Tewas Serangan Jantung, Diduga Intimidasi Satpam PT Pinago
BACA JUGA:8 Manfaat Anggur Hijau untuk Kesehatan: Cegah Penuaan Dini Hingga Jaga Jantung!
“Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah karakteristik EKG dan kadar aldosteron serum bisa memprediksi kejadian FALK sehingga ke depan pemeriksaan kateterisasi jantung dapat dihindarkan,” tegasnya.
Di penelitian ini Erwin mendapatkan karateristik EKG tertentu (QRS terfragmentasi, durasi defleksi intrinsikoid QRS, durasi puncak-takhir) dan kadar aldesteron serum merupakan prediktor independen pada kejadian fenomena aliran lambat koroner.