PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Seharusnya suku bunga acuan atau BI Rate sudah turun seiring rendahnya inflasi RI pada beberapa bulan terakhir. Namun Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengungkapkan suku bunga acuan RI masih terpaksa harus di tahan di level 6,25 persen lantaran harus menjaga stabilitas keuangan dari masalah ekonomi global.
"BI rate kenapa dalam dua bulan kemarin kami tahan? Padahal mestinya turun karena ditentukan oleh proyek inflasi ke depan yang ternyata tahun ini masih rendah, tahun depan pun masih rendah," kata Perry.
BACA JUGA:Bangga Sampai Jayapura, Dapat Piagam dari Ibu Negara
BACA JUGA:Semangat Jorji Masuk Semifinal Bulu Tangkis Olimpiade 2024, Jumpa Unggulan Pertama Korsel
Lebih lanjut, Perry menjelaskan besarnya utang luar negeri Amerika Serikat (AS) akan berpengaruh pada US Treasury Note dan US Treasury Bond. Meski begitu, BI melihat jika The Fed akan menurunkan suku bunga acuan pada September mendatang. Sehingga dimungkinkan, suku bunga US Treasury Note bisa turun lebih cepat. Sedangkan US Treasury Bond masih akan tinggi dan kemungkinan meningkat.
"Yang juga mempengaruhi keluarnya modal dari negara maju, termasuk yang terjadi di Indonesia. Pada kuartal I dan kuartal II (asing banyak menjual Surat Berharga Negara/SBN), dan mempersulit bagaimana BI melakukan kebijakan moneter dan fiskal," lanjutnya.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan perekonomian Indonesia pada Juli 2024 mengalami deflasi sebesar 0,18 persen secara bulanan atau month to month (mtm). Deflasi ini sudah tercatat tiga bulan berturut-turut sejak Mei 2024.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, deflasi Juli 2024 ini lebih dalam bila dibandingkan Juni 2024 yakni sebesar 0,08 persen mtm. "Pada Juli 2024 terjadi deflasi sebesar 0,18 persen secara bulanan, atau terjadi penurunan indeks harga konsumen (IHK) dari 106,28 pada Juni 2024 menjadi 106,09. Deflasi ini merupakan deflasi ketiga selama 2024," kata Amalia.
Ia menyebut, penyumbang deflasi terdalam pada Juli 2024 adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi sebesar 0,97 persen dan memberikan andil deflasi sebesar 0,28 persen. Sementara itu, terdapat komoditas yang memberikan andil inflasi, antara lain cabai rawit dan beras dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,04 persen.
Kemudian, emas, perhiasan, kopi bubuk, kentang, sigaret kretek mesin dan sigaret kretek tangan dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen. “Catatan lainnya, kelompok pendidikan juga memberikan andil inflasi terbesar yaitu 0,04 persen atau mengalami inflasi sebesar 0,69 persen,” ungkapnya.