Teknologi Smart Farming Menekan Dampak Global Warming, Memacu Perekonomian RI

Rabu 31 Jul 2024 - 10:10 WIB
Reporter : Rendi Fadillah
Editor : Rendi

Diketahui smart farming merupakan sebuah metode pertanian cerdas berbasis teknologi yang menggunakan artificial intelligence (AI) untuk memudahkan petani melakukan pekerjaan. Dikutip dari pustaka.setjen.pertanian.go.id, teknologi smart farming 4.0 meliputi penggunaan blockchain yang memudahkan keterlacakan supply chain produk pertanian untuk pertanian off farm modern, drone menyemprotkan pestisida dan pupuk cair, drone untuk pemetaan lahan, sensor tanah dan cuaca, sistem irigasi cerdas, agriculture war room (AWR), dan siscrop (sistem informasi) 1.0 telah diterapkan di beberapa daerah.

Penerapan smart farming diyakini akan meningkatkan produksi hasil pertanian dan ketersediaan pangan lokal untuk menggantikan komoditas pangan impor serta memitigasi ancaman krisis pangan efek perubahan iklim. Dalam acara HortiEs Talk Seri ke-12 bertajuk "Penerapan Smart Farming dan Teknologi Pengendalian Residu Pestisida" pada Rabu (6/9/2023), Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Puji Lestari menyampaikan perubahan iklim berpotensi memicu penurunan produktivitas, mutu hasil pertanian, efisiensi, serta efektivitas distribusi hasil pertanian.

Hal ini menyebabkan rentannya ketahanan pangan suatu wilayah dan berdampak negatif bagi kehidupan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. “Strategi, mitigasi, dan antisipasi harus kita rancang secara holistik dan integratif," kata Puji dikutip dari www.brin.go.id.

Smart farming menjadi pendukung teknologi penting dalam meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya seperti air dan pupuk, dengan memanfaatkan teknologi sensor dan pemantauan secara real-time. Hal ini meminimalisir limbah, menghemat biaya produksi, dan berkontribusi nyata pada pertanian berkelanjutan.

Peneliti Ahli Madya PRHP BRIN, Joko Pitono menambahkan petani membutuhkan aplikasi smart farming karena ada tren menyusutnya SDM pertanian di pedesaan yang bermigrasi ke perkotaan, indeks ketahanan pangan Indonesia baru 59,5 sehingga butuh peningkatan produktivitas pertanian yang signifikan, hingga isu pengurangan lahan pertanian.

Namun memang desain aplikasi smart farming sangat kompleks. "Smart farming berbasis IoT memerlukan dukungan cloud server ditunjang beberapa unit untuk proses monitoring parameter penting, big data dan analitik, kontrol manajemen dan aktivasi aktuator. Aplikasi smart farming untuk pengaturan input produksi tanaman, contohnya untuk irigasi, aplikasi hara, penyiapan lahan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), pencahayaan, iklim mikro, panen, dan evakuasi hasil," terang Joko.

Pada akhirnya, riset dan inovasi teknologi smart farming harus berlangsung terus menerus, serta komitmen bersama menerapkannya pada sistem pertanian seluruh petani-petani di Indonesia secara berkelanjutan. Tinggal bagaimana caranya petani menjangkau teknologi smart farming agar bisa mengimplementasikannya. BRIN memiliki fungsi strategis menyediakan inovasi teknologi smart farming, sementara Pemerintah menetapkan regulasi dan melaksanakan program, perbankan atau lembaga keuangan memberikan pembiayaan, dan petani sebagai pelaksana pertanian pintar. (*)

Kategori :