Kisah Nadiva Garden yang Survive Berkat ‘Energi’ dari JNE

Sabtu 27 Jul 2024 - 21:14 WIB
Reporter : Rendi Fadillah
Editor : Dandy

Ketika banyak pengusaha bunga aglonema bertumbangan karena trennya meredup pascapandemi Covid-19, Nadiva Garden tetap survive. UMKM rintisan Anggi Herry (57) sejak 1994 ini serasa mendapat “energi” dari jasa kurir PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) agar selalu optimis, semangat, dan ekspansif. Sulit pasar lokal, Nadiva merambah seantoro negeri. 

SUMATERAEKSPRES.ID-  ANGGI baru saja selesai mengemas 7 bunga Aglonema jenis Kanza, Rinjani, Mutiara Golden, Tricolor, dan Golden Kresna, Jumat sore (26/7). Bunga hias pesanan pelanggan itu mau ia kirim ke Kota Jember, Jawa Timur hari itu juga. Masing-masing harga jualnya Rp125 ribu-Rp172 ribu per pot bunga, jauh lebih murah dibanding saat aglonema masih populer sebelum pandemi Covid-19. 

Warna daunnya yang eksotis memikat ribuan penggemar bunga hias di Tanah Air sehingga melambungkan harganya. “Bunga aglonema ini mirip-mirip ikan louhan dan batu cincin, sempat tiga kali tren. Pertama tahun 2000-an ada Aglonema Red Sumatra yang nilai jualnya seharga motor. Menyusul jenis Gelombang Cinta, paling diburu tahun 2006-2007 dengan harga nyaris sama,” ungkap Anggi di depotnya. 

BACA JUGA:Sempatkan Waktu untuk Berolahraga

BACA JUGA:33 Tahun Memajukan Perekonomian UMKM

Di masa Covid, ada Aglonema Jayanti yang populer layaknya bunga Monstera/Janda Bolong dibanderol jutaan Rupiah. “Saking banyaknya peminat ‘ratu daun’ ini, Aglonema Keladi yang tumbuh liar pun dicari orang,” lanjutnya. Sekira tahun 2019-2020 menjadi puncak kejayaan aglonema, Anggi mampu meraup pundi-pundi Rupiah luar biasa. 

 “Saya pernah menjual Rinjani seharga Rp5,7 juta per pot bunga, lalu sempat menerima pesanan Golden Hope senilai Rp60 juta. Tapi karena bunga impor Thailand ini paling mahal, saya minta uang muka (DP) dulu Rp20 juta ke konsumen,” cerita Anggi yang sudah 30 tahun geluti bisnis bunga ini. 

Anggi mengaku ia mendatangkan aglonema langsung dari Thailand via Medan. Makanya dulu stoknya sedikit, sementara permintaan terus melonjak. Seiring berjalannya waktu, banyak orang membudidayakan bunga hias ini lantaran mudah, tinggal ambil tunas tanaman, sehingga jumlahnya melimpah. Kualitas aglonema lokal pun hampir sama dengan impor. 

Ketika stok kian banyak, popularitasnya justru surut pasca pandemi. Harga jual aglonema anjlok. “Sekarang jangan ditanya, rasanya mau nangis. Harga aglonema hancur habis-habisan seiring surutnya tren dan sepinya peminat. Seperti jenis Rinjani itu per  pot bunga kini saya jual cuma Rp150 ribu, Golden Kresna Rp175 ribu,” imbuh Anggi. 

Walaupun harganya sangat murah, pembelinya tetap sedikit sekali. Sehari, kata Anggi, kadang laku beberapa saja. Wajar jika teman-temannya sesama pengusaha bunga hias memilih putar haluan alias berhenti jualan, namun tidak dengan Anggi. Dulu ada puluhan pengusaha bunga aglonema di Palembang, sekarang tinggal tiga orang saja termasuk Nadiva Garden paling lengkap koleksinya. “Banyak yang nanya kok masih bertahan, saya bilang usaha ini penghasilan keluarga satu-satunya,” paparnya. 

BACA JUGA:Silau, Apri/Fadia Keok Dikalahkan Ganda Putri Jepang, Awal Buruk Indonesia di Ajang Olimpiade 2024

BACA JUGA:DPD PKS Muara Enim Rekomendasi Kader, DPP Dukung Al-Sinta

Anggi tak mau terus-terusan berkeluh kesah, intinya bisa bertahan sudah syukur. “Masih ada ratusan jenis bunga aglonema di depot saya. Bisa lihat puluhan warnanya, merah hijau, kuning emas, putih. Ada yang impor dan pembibitan sendiri,” terangnya. Ia juga menjual media tanam seperti pot kembang, sekam bakar, cocopeat, pupuk, dan tanah.

Jadi Mitra sejak 2021

Sejak pandemi Covid-19 hingga saat ini, Nadiva Garden tak hanya menjual aglonema langsung ke konsumen, juga merambah pasar online. “Kalau mengandalkan penjualan di depot saja susah. Kadang ada pengunjung, kadang tidak ada sama sekali. Yang masih suka membeli itu orang-orang tertentu yang gemar aglonema. Pernah pula ibu Gubernur, ibu-ibu PKK, Pemda ke sini belanja bunga,” tuturnya. 

Kategori :