PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Merugikan keuangan negara sebesar Rp10 miliar lebih, Derita Kurniawati minta dibebaskan dalam eksepsinya atas dakwaan JPU Kejati Sumsel. Oknum notaris di Yogyakarta itu merupakan 1 dari 4 terdakwa dugaan korupsi penjualan aset Yayasan Batang Hari Sembilan berupa Asrama Mahasiswa Sumsel di Jl Puntodewo, Yogyakarta.
“Kami meminta agar Majelis Hakim menolak dakwaan JPU, dan menerima eksepsi yang kami ajukan serta membebaskan terdakwa," pinta terdakwa melalui penasihat hukumnya, disampaikan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang Kelas IA Khusus, Senin, 8 Juli 2024.
Dimana sebelumnya, Tim JPU Kejati Sumsel mendakwa terdakwa Derita Kurniawati ikut merugikan negara sebesar Rp10.628.905.000 dalam kasus tersebut. "Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," tambahnya.
Sementara JPU Kejati Sumsel Saprin, menyampaikan pihaknya akan menjawab eksepsi terdakwa secara tertulis dalam persidangan selanjutnya. "Eksepsi akan kami tanggapi secara tertulis, Yang Mulia Majelis Hakim," kata JPU di persidangan.
BACA JUGA:Sidang Perdana 1 Juli, Dugaan Korupsi Penjualan Aset Asrama Mahasiswa Sumsel di Yogyakarta
Selanjutnya Ketua Majelis Hakim Efiyanto SH MH, menutup persidangan dan akan kembali membuka persidangan pada 11 Juli 2024. "Sidang selanjutnya agenda replik atau jawaban dari Penuntut Umum," singkatnya, sambil mengetuk palu.
Diketahui, ada 4 orang terdakwa dalam perkara ini. Zurike Takarada selaku kuasa penjual, 2 orang oknum notaris Eti Mulyati, dan Derita Kurniati, serta Nesti Wibowo oknum ASN BPN Kota Yogyakarta. Sementara 2 tersangka lagi, AS dan MR, sudah meninggal dunia.
Dalam dakwaan JPU, para terdakwa disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Modus yang dilakukan para terdakwa/tersangka, Eti Mulyati dan Derita Kurniati selalu notaris diduga telah membuat perikatan jual beli dengan Zurike Takarada sebagai kuasa Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan.
BACA JUGA:Dakwaan Korupsi Kabid SMA Provinsi Sumsel: Sidang Perdana dengan Aksi Eksepsi
BACA JUGA:Berkas Korupsi KMK Dilimpahkan, PN Buat Jadwal Sidang
Sedangkan peran Nesti Wibowo, adanya keikutsertaan dalam hal transaksi jual beli tentang pengurusan dan penerbitan sertifikat pengalihan hak atas objek. Padahal sejak pendirian bangunan asrama Pondok Mesudji berlokasi di Jl Puntodewo, Yogyakarta, berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Batanghari Sembilan.
Seiring berjalannya waktu, sekira tahun 2015 diduga oknum mafia tanah telah memalsukan dokumen yayasan serta sertifikat. Dengan profesinya sebagai notaries, Eti Mulyati mengubah sekaligus membuat akta 97 dan memalsukan aset dari Yayasan Batanghari Sembilan tersebut menjadi Yayasan Batanghari Sembilan Sumsel.
Berdasarkan akta 97 tersebut, MR (almarhum) dan Zurike Takada menjual aset asrama mahasiswa Pondok Mesuji di Jl Puntodewo Yogyakarta tersebut. Dari kuasa penjual tadi, aset yayasan dijual oleh pelaku tersebut ke orang lain. Akibatnya kerugian negara mencapai Rp10,6 miliar. (kur/air)