PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Belakangan ini ramai diperbincangkan mengenai ASI frezze-dried di kalangan warga net. Lalu, bagaimana sebetulnya kandungan nutrisi ASI frezze-drying ini dan amankah untuk bayi?
Dokter Spesialis anak RSMH Palembang sekaligus Ketua IDAI cabang Sumsel, dr.Julius Anzar. Sp.A(K), mengatakan, Proses freeze-drying biasanya dilakukan rumahan.
BACA JUGA:Mengatasi Mood Swing pada Ibu Hamil dan Menyusui
BACA JUGA:5 Makanan yang Sebaiknya Dihindari oleh Ibu Menyusui
"Tidak melalui prosedur pasteurisasi yang bertujuan membunuh bakteri berbahaya. Karena itu, risiko kontaminasi tetap menjadi ancaman. Khususnya pada saat penambahan air pada bubuk freeze-dried ASI sebelum dikonsumsi bayi,"terangnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, metode freeze-drying ASI dianggap berpotensi meringkas ruang penyimpanan dan mungkin lebih praktis untuk pemberian ASI saat bayi tidak bersama ibu.
Namun, dia mengingatkan metode ini adalah temuan yang relatif masih sangat baru dan belum lengkap pembuktian melalui riset ilmiah sehingga belum ada aturan atau rekomendasi penggunaannya oleh organisasi kesehatan internasional.
”Sebaiknya semua pihak agar tidak gegabah mempromosikan atau memberikan freeze-dried ASI kepada bayi, apalagi bayi dengan kondisi medis tertentu seperti prematur atau bayi yang mengalami gangguan kekebalan tubuh atau penyakit kronis,” tuturnya.
Katanya, IDAI tetap merekomendasikan menyusui langsung dari payudara ibu agar dapat terjalin kontak erat antara ibu dan bayi. "Bayi juga merasa aman. Jadi, memberikan ASI tidak sekadar memberi makan anak,"sambungnya.
Lanjut dia, fungsi lain pemberian ASI adalah alat kontrasepsi. beberapa fakta di lapangan, terutama oleh ibu-ibu yang bekerja, menunjukkan bahwa kebanyakan di antara mereka tidak memberikan ASI secara teratur. Akibatnya, banyak kasus ibu kembali hamil.
"Jarak usia antaranak pun terlalu dekat. Padahal, jarak kehamilan terlalu dekat ini membuat anak tidak mendapatkan ASI eksklusif. ”Anaknya juga akan berpotensi stunting,” jelasnya
Penyebab stunting adalah kekurangan asupan makanan, disebabkan jumlah dan kualitas yang kurang juga bisa akibat kebutuhan meningkat karena infeksi kronis misalnya : infeksi tuberkulosis paru, infeksi saluran kemih atau infeksi kronis lainnya.
"Jumlah dan kualitas asupan makanan untuk mencegah stunting itu sama dengan asupan makanan anak normal. Yang terpenting adalah lakukan pemantauan kecukupan asupannya dengan cara mengukur laju pertumbuhan berkala seperti setiap bulan sekali di posyandu,"jelasnya.
Menurutnya, dengan pengukuran berkala maka dapat ditemukannya stunting itu dapat sedini mungkin atau gagal tumbuh sedini mungkin yang belum mengalami stunting.
"Apabila kita mendapatkan atau menemukan stunting di masyarakat segera rujuk ke rumah sakit karena yang mampu memastikan apakah dia murni Stunting atau bukan itu adalah dokter spesialis anak,"sebutnya seraya menegaskan tidak semua anak pendek itu stunting.