Diakui Tuti, dirinya pernah berkata kurang baik di depan Bagas. Akhirnya Bagas mengikuti kata-katanya. "Saya langsung menjelaskan ke Bagas bahwa kata itu tak bagus dan tak baik diucapkan," ujarnya.Sejak itulah Tuti berusaha semaksimal mungkin tak mengeluarkan kata yang tak pantas. "Saya ingin Bagas menjadi anak yang berperilaku baik, " ujarnya. Dr. Anrilia Ema M N., S.Psi., M.Ed., Psikolog Magna Penta Consulting, RS Hermina dan RSUD Siti Fatimah mengatakan, salah satu cara belajar anak adalah melalui meniru (imitasi). "Semakin kecil usia anak, maka persentase belajar melalui meniru umumnya lebih besar, sampai akhirnya nanti di tahap remaja akhir,"ujarnya.
Seiring perkembangan berpikirnya, anak bisa mulai mempertimbangkan konsekuensi tindakan dan menyesuaikan dengan situasi saat hendak berperilaku tertentu. "Jadi, wajar bila anak-anak usia lebih kecil, misalnya balita, akan dengan mudah menirukan perilaku orang-orang di sekitarnya yang kerap dilihatnya. Yang ditiru bisa berupa cara berbicara, gerak gerik tubuh bahkan ekspresi emosi," sebutnya.Dikatakan, prinsip belajar anak dengan melihat perilaku orang lain ini sering disebut juga sebagai social learning dan hasil belajar dengan cara ini bisa memiliki efek yang kuat. "Artinya, anak benar-benar mengingat contoh-contoh yang dilihatnya dan didengarnya dengan segera dapat mempraktikkannya," jelasnya lagi. BACA JUGA : Pemerah Susu dan Embernya Jika yang dicontohkan adalah perilaku-perilaku positif (misalnya, kebiasaan berdoa, berbicara dengan sopan, mencium tangan orang dewasa, dan lainnya) maka anak dengan mudah dapat mengikuti. Berlaku sebaliknya.
"Namun, sebaliknya jika yang diperlihatkan dan diperdengarkan pada anak adalah perilaku-perilaku negatif, maka tentu anak juga dapat dengan mudah meniru dan menjadikannya sebagai perilaku kebiasaan anak. Termasuk cara berbicara kasar,"ungkapnyaDisebutkannya, jika terjadi berkepanjangan, maka anak dapat memasukkan pembelajaran ini dalam sistem ingatannya dan menjadikan perilaku negatif ini sebagai kebiasaan. "Lambat laun, anak yang terbiasa dengan cara-cara bicara dan berekspresi tertentu sesuai yang dilihatnya akan berpikir bahwa cara-cara itulah yang benar, yang seharusnya dilakukan. Di sinilah muncul persoalan jika perilaku yang dilihat dan didengar anak adalah perilaku yang sesungguhnya negatif tadi," urainya. Dalam kesempatan ini, dia mengatakan, kuncinya, terapkan golden rule jika tidak ingin anak berperilaku negatif. "Kita sebagai orang dewasa terdekat anak perlu sangat berhati-hati untuk tidak mencontohkan pola-pola perilaku negatif kepada anak," katanya.
Dikatakan, hal ini tentu membutuhkan kedewasaan bertindak, apalagi jika berperan sebagai orang tua. "Contoh kecil yan dapat segera diterapkan misalnya: tidak bertengkar di depan anak, menggunakan kata-kata positif ketika menegur anak, dan melakukan koreksi dengan segera ketika anak terlanjur melihat perilaku negatif atau mendengar perkataan yang seharusnya tidak didengar anak," katanya.Saat anak menirukan kata-kata negatif, lanjutnya, segera berikan pengertian sesuai usia anak. "Stop dan jangan ucapkan kata-kata yang tidak kita inginkan untuk diucapkan oleh anak-anak kita,"tandasnya. (nni/)
Kategori :