PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Sarimuda, mantan Direktur Utama PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (PT SMS), membantah tuduhan korupsi terkait tujuh invoice fiktif senilai Rp 8 miliar dalam proyek pembangunan jalan akses batu bara menuju Siwai 2 di Lahat.
Bantahan tersebut disampaikan Sarimuda di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Pitriadi SH MH dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Palembang Kelas IA Khusus, Kamis, 16 Mei 2024.
Selama persidangan, Sarimuda mendapat banyak pertanyaan dari jaksa KPK dan majelis hakim. Dengan tegas, ia menyatakan bersedia disumpah pocong untuk membuktikan kebenaran pernyataannya.
"Hari ini saya siap sumpah pocong kalau saya berbohong dengan keterangan saya," ujarnya.
BACA JUGA:Sarimuda, Mantan Dirut PT SMS, Menjelaskan Alasan di Balik Kebijakan Perbaikan Jalan
BACA JUGA:Sarimuda Bantah Keterangan Saksi, PT SMS Tidak Miliki Keuntungan
Sarimuda menegaskan bahwa dana PT SMS digunakan sepenuhnya untuk pembangunan dan penyelamatan perusahaan, bukan untuk keuntungan pribadi.
Terkait kesaksian Dirut PT APS, Widi, yang mengaku tidak pernah menerima uang atau menandatangani invoice, Sarimuda tetap pada pendiriannya bahwa Widi telah menandatangani dokumen tersebut.
"Dia memang tidak menerima uang tunai, tetapi dia tahu bahwa uang itu digunakan untuk pembangunan jalan baru. Invoice pun dia yang tandatangani," kata Sarimuda.
Ia menjelaskan bahwa PT SMS dan PT APS memiliki kontrak kerja sama untuk pengangkutan batu bara dan pembangunan jalan akses. "Kerja sama itu mencakup juga pembangunan jalan akses," tambahnya.
BACA JUGA:Preview Sriwijaya vs PSMS Medan: Saling Sikut demi Tiket 12 Besar
Sarimuda juga menjawab pertanyaan jaksa KPK tentang hubungan antara PT SMS dan PT MRI. Kerja sama ini dimulai pada 2019 dengan PT MRI sebagai investor dan PT SMS sebagai regulator. PT SMS memiliki utang Rp 4,4 miliar kepada PT MRI untuk operasional dan gaji karyawan.
"Dalam perkembangan proyek, PT MRI meminta PT SMS untuk membayar tagihan PT BKC dengan memotong piutang PT SMS ke PT MRI," jelasnya. Sarimuda mengaku tidak mengetahui detail kontrak antara PT MRI dan PT BKC.
Pada sidang tersebut, penasihat hukum Sarimuda juga menghadirkan beberapa ahli. Prof Dr Topo Santoso SH MH, ahli hukum pidana dari FH UI, menyatakan bahwa seseorang bisa dipidana jika unsur pidana dan pertanggungjawaban pidana terpenuhi.
"Harus diuji apakah ada unsur kesengajaan dalam kasus ini. Jika ada masalah administrasi, maka harus diselesaikan secara administratif terlebih dahulu," katanya.