PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Fakta mengejutkan belum lama ini diungkap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Hasil skrining kesehatan jiwa yang dilakukan pada 28 rumah sakit vertikal mengidentifikasi ada masalah kesehatan di kalangan calon dokter spesialis.
Skrining dilakukan terhadap 12.121 calon dokter spesialis. Hasilnya, 2.716 orang atau 22,4 persen atau dari mereka mengalami tekanan besar selama menjalani program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Selain depresi, sekitar 3,3 persen atau 399 orang bahkan ingin mengakhiri hidup hingga melukai diri sendiri.
Hasil lainnya, 51 persen peserta merasa lelah dan kurang bertenaga, 38 persen mengalami masalah tidur, dan 35 persen mengalami penurunan gairah untuk melakukan apapun. Gejala lain yang dirasakan seperti murung, masalah nafsu makan, sulit berkonsentrasi, kurang percaya diri, hingga bergerak dan berbicara lebih lambat.
Dari data yang diperoleh Sumatera Ekspres, dari 2.716 calon dokter spesialis itu, ada 137 orang (5 persen) di Palembang. Dokter spesialis jiwa KSM Gizi Klinik, Forensik, dan Jiwa RSMH Palembang dr Abdullah Shahab Sp KJ(K) mengatakan, terkait pendidikan dokter spesialis sangat kompleks. “Pendidikan dokter spesiali ya untuk mencetak dokter-dokter spesialis yang mumpuni sesuai dengan keahlian serta jurusan yang diambil," ujarnya.
BACA JUGA:Skandal Kasus Asusila Oknum Dokter RS BMJ Berakhir Damai, Benarkah? Ini Kata Kuasa Hukum Korban
Banyak faktor yang mendasari terjadinya depresi. "Saat ikuti pendidikan dokter spesialis itu, selain menambah ilmu dalam bidang spesialisnya, faktor lain juga turut mempengaruhi. Ada faktor keluarga, finansial dan jangan lupa faktor intelektual," jelasnya.
Menurut dr Abdullah, orang di luar bidang kesehatan atau pendidikan mungkin tidak terlalu banyak memahami kompleksitas dalam menempuh pendidikan dokter spesialis. "Selain belajar secara teori, calon dokter spesialis akan merawat pasien juga, di bawah bimbingan supervisornya.
Selain itu banyak kegiatan lainn yang dijalani. Ada laporan jaga, laporan pasien, presentasi kasus, journal reading dan lainnya yang betul-betul memerlukan energi prima," urainya
Semua itu bisa mempengaruhi. Ada juga karena calon dokter spesialis tersebut terkendala dalam mengikuti proses pendidikan. "Mungkin ada beberapa yang agak keteteran dalam mengikuti ritme pendidikan seperti ini. Tapi sebenarnya banyak juga yang lancar-lancar saja," tandasnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, ada beragam faktor penyebab depresinya calon dokter spesialis. Termasuk keinginan bunuh diri hingga melukai diri sendiri. "Bisa beban pendidikan. Mungkin juga beban pelayanan seperti tugas dan jaga malam. Atau kebutuhan ekonomi untuk keluarga dan sekolah, dan mungkin juga ada faktor perundungan," bebernya.
BACA JUGA:IGD RSMH Buka 24 Jam, Stanby Dokter Spesialis Jaga
Berdasarkan data terakhir yang diverifikasi terkait investigasi perundungan di kalangan PPDS, ada 216 laporan bullying ke Kemenkes RI. Kebanyakan kasus dilaporkan di RSUP Ngoerah Denpasar, RSUP Hasan Sadikin, hingga RSUP Adam Malik.
Sekitar 62 persen perundungan terjadi secara non fisik dan non verbal. Termasuk pembiayaan di luar kebutuhan pendidikan, penelitian, dan pelayanan, penugasan untuk kepentingan pribadi konsulen serta senior, sampai pengucilan.