JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Indonesia kini menghadapi tantangan serius dengan meningkatnya kasus perundungan dan kekerasan seksual, terutama terhadap anak-anak.
Kondisi ini telah mencuri perhatian publik melalui media sosial, menimbulkan dampak yang tidak hanya dirasakan oleh korban secara langsung, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua.
Menghadapi situasi ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bekerja sama dengan Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbudristek menyelenggarakan Webinar.
Itu membahasan sosialisasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan
BACA JUGA:Intervensi Cara Paling Efektif Percepat Perkembangan Anak ASD
BACA JUGA:IDAI Imbau Orang Tua Penuhi Kebutuhan Gizi Anak yang Berpuasa
satuan Pendidikan dengan fokus pada "Peran Orang Tua Dalam Pencegahan Perundungan dan Kekerasan Seksual". Webinar ini digelar secara hybrid (tatap muka dan online) di Jakarta dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Ditjen GTK Kemdikbud RI pada Jumat (8/3).
Dalam pidatonya secara daring, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan (Dirjen GTK), Nunuk Suryani, menyampaikan data dari asesmen nasional Kemendikbudristek tahun 2022.
Itu menunjukkan bahwa 34,51% peserta didik memiliki risiko mengalami kekerasan seksual; 26,9% peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik; dan 36,31% peserta didik berpotensi mengalami perundungan.
Lebih lanjut, Suryani menekankan bahwa masalah ini tidak bisa diatasi oleh satu pihak saja, tetapi memerlukan kerjasama dari berbagai pihak termasuk pemerintah, masyarakat, dan keluarga.
BACA JUGA:8 Tips Agar Anak Antusias Mengaji
BACA JUGA:Kajari Terbitkan 3 Ribu KIA, 54,2 Persen Anak Miliki KIA
“Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan."
"Peraturan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada seluruh warga satuan pendidikan, termasuk guru dan peserta didik, serta meningkatkan kualitas pendidikan untuk menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan,” ujarnya.
Dalam upaya mengatasi masalah ini, kami mengajak seluruh peserta webinar untuk aktif dalam mengampanyekan pencegahan dan penanganan kekerasan serta berkolaborasi dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, beragam, dan aman.