*Kisah Sumsilahwati, Perajin Songket di Galeri Kriya Sriwijaya
Kriya Sriwijaya selama ini terkenal sebagai galeri yang menjual berbagai produk kain khas Palembang, seperti songket, jumputan, souvenir Palembang, dan sebagainya. Namun selain itu galeri ini juga menampilkan para perajin langsung di sana.
SUMATERAEKSPRES.ID - Hari itu kunjungan ke Kriya Sriwijaya sedang begitu ramai. Salah satunya ada pengunjung dari Pengurus Dharma Wanita Persatuan (DPW) Provinsi Sumsel beserta rombongan. Selain melihat produk kerajinan khas Palembang, para pengunjung itu juga terlihat belajar bersama perajin cara menenun kain songket.
Di sana ada Sumsilahwati (42) yang sibuk memainkan alat gedogan, sebuat alat tenun tradisional. Alat itu terdiri dari banyak bagian seperti penggulung, lurusangun, belida, sisir, apit, anakapit, lekot, dan lainnya. "Saya lagi menenun selendang kain songket dengan motif nampan perak," ujar Sumsilahwati saat dibincangi koran ini.
Ibu tiga anak ini mengaku dirinya sudah lama menjadi penenun kain songket, bahkan ia mempelajari dari keluarganya. "Kalau saya tinggal di Jalan Darmapala, Bukit besar. Selain membuat sendiri, saya juga menerima pesanan," terangnya.
BACA JUGA:Melalui Program AURA, BRI BO Kayuagung Bantu 25 Alat Tenun Songket
Ia menjelaskan proses pembuatan kain songket lengkap dengan selendangnya sekitar satu bulan. "Saya inikan ibu rumah tangga dengan tiga anak. Biasanya saya kerja (menenun) dari pukul 08.00-10.00 WIB. Setelah itu istirahat untuk kegiatan rumah tangga dan lainnya. Lalu lanjut lagi pukul 13.00 atau 14.00 sampai pukul 15.00 WIB," ucapnya.
Ia mengatakan songket hasil buatannya sendiri merupakan kualitas terbaik dengan harga paling murah Rp2,5 juta tergantung bahan dan benang. Semakin rumit dan benang semakin sulit harga bertambah mahal. "Kalau yang harga Rp2,5 juta itu paling murah, di pasar dijual Rp3,5 juta," jelasnya seraya mengatakan dirinya hanya membuat kain songket yang kualitas baik.
Meski dalam satu bulan hanya satu atau lebih kain songket dihasilkan, menurutnya, ini jauh lebih baik. "Asal niat lancar, Insya Allah rejeki datang. Jadi kami hanya buat songket sesuai pesanan mengingat bahan juga mahal," ucap wanita asli Desa Pemulutan Ogan Ilir ini.
Menurutnya, dirinya bisa membuat songket berbagai motif. Kain songket memiliki keistimewaan dibandingkan kain tenun jenis lain. "Corak dan ragamnya berbeda serta memiliki makna tersendiri," ujarnya. Kain songket yang terbuat dari benang emas dan perak membuat harganya lebih mahal. Pemakaian kain songket untuk pria dan wanita memiliki perbedaan. "Kain songket untuk pria disebut rumpak, dengan motif tidak penuh, dengan tumpal (kepala) kain berada di belakang badan," ucapnya.
BACA JUGA:Inovasi Kampung Tenun Songket Suro Perlosa
BACA JUGA:Makin Diminati, Lady’s Tenun Klasik Fashion Show di Kementerian PUPR
Songket untuk pria dipakai mulai dari pinggul hingga ke bawah lutut bagi pria yang telah menikah. Sedangkan yang belum menikah, posisinya mengggantung di atas lutut. Untuk wanita, tumpal (kepala) kain wajib berada di depan dengan posisi dari pinggul hingga ke mata kaki.
Ditanya mengenai motif, Songket Lepus merupakan songket pertama yang ada di Palembang. Lepus memiliki makna menutupi. Songket Lepus berarti kain yang tertutupi anyaman benang emas. "Hampir seluruh kain Songket Lepus tertutupi benang emas. Songket Lepus dibagi menjadi tiga, dasar pembedaan ini bergantung pada motif dan benang yang digunakan, yakni Lepus Berekam, Lepus Berantai, serta Lepus Penuh," urainya.