PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Direktur Utama PT Bukit Asam (PTBA), Arsal Ismail, menjadi saksi kunci dalam sidang kasus korupsi yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Palembang Kelas IA Khusus pada Senin, 19 Februari 2024.
Arsal Ismail dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel untuk memberikan keterangan terkait akuisisi saham PT SBS, anak perusahaan PT BA.Kelima tersangka dalam kasus ini termasuk mantan Direktur Usaha PTBA, Anung Dri Prasetya, serta pemilik PT SBS sebelum diakuisisi oleh PT BA, Saiful Islam, Tjahyono Imawan, Milawarma, dan Nurtima Tobing.
Dihadapan majelis Hakim yang dipimpin oleh Pitriadi SH MH, Arsal mengungkapkan bahwa PT SBS mengalami kerugian sejak diakuisisi hingga tahun 2021, baru mengalami keuntungan dua tahun terakhir.
BACA JUGA:Plaza Lematang Bakal Jadi Mall Pelayanan Publik, Pembangunan Libatkan PTBA
BACA JUGA:Dorong UMKM Kopi Naik Kelas, PTBA Bina SIBA Kopi
Selain itu, ia juga menyatakan bahwa hingga saat ini PT SBS belum membagikan deviden kepada PTBA.
"Posisi keuangan PT SBS menunjukkan keuntungan pada tahun 2022 sebesar Rp165 miliar dan tahun 2023 sebesar Rp148 miliar," ujarnya.
Ketika ditanya mengenai pembagian deviden, Arsal menyatakan bahwa belum ada pembagian deviden yang dilakukan oleh PT SBS.
Arsal juga mengungkapkan bahwa pada saat akuisisi, equitas PT SBS negatif sekitar Rp177 miliar, namun saat ini telah mencapai positif sebesar Rp101 miliar.
BACA JUGA:Skandal Akuisisi PT SBS oleh PTBA, Saksi Sebut Ada Pelanggaran Hukum, Apa Saja?
"Ketika berbicara tentang efisiensi, keberadaan PT SBS memberikan keuntungan bagi PTBA dalam bernegosiasi dengan perusahaan kontraktor tambang lainnya," tambahnya.
Lebih lanjut, Arsal mengakui bahwa PT SBS mendapatkan kontrak tambang batubara melalui penunjukan langsung, sedangkan perusahaan tambang lainnya melalui tender.
Dalam dakwaannya, JPU menilai para terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau korporasi lain dengan merugikan PT BA sebesar Rp162 miliar lebih akibat akuisisi PT SBS melalui PT BMI.
JPU juga menilai bahwa terdakwa tidak melakukan studi kelayakan untuk pengembangan bisnis batubara, yang menyebabkan pelanggaran terhadap peraturan.
Para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana tentang Tindak Pidana Korupsi.