PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID – Sekitar tahun 1990-an, perkembangan Kota Palembang, Provinsi Sumsel belum begitu padat seperti sekarang. Pembangunan permukiman dari pusat kota (titik 0 Jembatan Ampera) baru ramai dalam batas radius 8-11 km. Salah satunya ditandai perumahan subsidi pertama, RSS (Rumah Sangat Sederhana) Griya Harapan A Sako sejauh 11 km arah Timur Laut. Sebab kecenderungan pengembangan rumah subsidi selalu berada di ujung kota.
Bertambahnya penduduk membuat wilayah Palembang melaju cepat, permintaan rumah semakin tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 1991 penduduk Palembang baru 1.090.770 jiwa, namun 2023 tembus 1,7 juta jiwa. Tak heran jika kini, 33 tahun kemudian, kawasan tinggal warga telah mencapai radius 14 km yang notabene-nya daerah pinggiran. Sudah pasti ratusan ribu unit rumah rakyat didirikan tiap tahun, baik oleh masyarakat maupun developer yang membangun perumahan subsidi/komersil. Jika melihat realisasi rumah subsidi skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) se-Indonesia, tahun 2023 mencapai 229.000 unit, naik dari 2022 sebanyak 226.000 atau 10 tahun lalu (2013) 92 ribu unit. Di Sumsel 15-20 ribu unit berhasil terserap setiap tahun. Program KPR rumah subsidi sendiri berlangsung sejak 1976 silam. Salah satu penerimanya, Ahyar (64), pensiunan PNS Penyuluh Pertanian di Dinas Pertanian Kabupaten OKU Timur. Ia pertama kali membeli rumah di RSS Griya Harapan A Sako tahun 1993. “Di Palembang mungkin ini perumahan RSS subsidi pertama,” ungkapnya, Senin (5/2/2024).RSS PERTAMA : Pengendara ojol keluar dari gerbang masuk Perumahan RSS Griya Harapan A, Sako. Perumahan ini salah satu perumahan subsidi pertama di Palembang. Di sini Ahyar pertama kali membeli RSS tipe 21/54 tahun 1993 untuk tempat tinggal keluarganya.-Foto : Rendi/Sumeks- Ahyar tertarik menyusul mertuanya membeli RSS di kompleks itu lebih dulu. “Rumahnya tipe 21, luas tanah 54 meter persegi. Harganya cukup mahal sekitar Rp3 juta,” katanya. Ia tak sanggup membayar cash meski sebelumnya seorang ASN. Gajinya kala itu, PNS golongan 2, cuma Rp100 ribu/bulan. Akhirnya Ahyar berharap besar kepada PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk (BTN) agar mau membiayai pembelian rumahnya secara kredit. “Saya membayar DP (down payment) ke developer dan mengajukan KPR subsidi ke Bank BTN. Ternyata disetujui tanpa hambatan,” lanjut pria kelahiran 1960 itu. Ia bersyukur BTN menetapkan angsuran KPR sangat murah dan flat, Rp42 ribu/bulan selama 10 tahun. Setelah hitung-hitungan, Ahyar mengaku untung meski kredit. Total hingga lunas uang yang dibayar senilai Rp5 juta. “Tanpa KPR, mungkin saya belum tentu memiliki rumah saat ini,” ujarnya. Ia memberi alasan mengapa harus segera punya rumah. Pertama ia dan istrinya, Zainab tak mungkin menumpang rumah orang tua bertahun-tahun setelah menikah. “Apalagi waktu itu kami sudah memiliki anak pertama, jadi biar lebih nyaman berkeluarga enak tinggal di rumah sendiri,” tutur lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1983 ini. Kedua, Ahyar bertugas di daerah OKU Timur yang jaraknya 217 km dari Palembang sekitar 4 jam perjalanan. “Sampai pensiun 2018, saya masih naik motor ke Martapura OKUT, pulangnya akhir pekan. Karena itu sulit meninggalkan istri dan anak di rumah kontrakan,” sebutnya. Dia pun sengaja tidak memboyong keluarganya untuk masa depan (sekolah) anak-anaknya di kota. Alasan lain, ketimbang menyewa rumah berbiaya Rp200 ribuan/tahun, lebih efisien mengangsur KPR. “Mengontrak masih rumah orang lain. Lebih baik membayar angsuran sedikit mahal tiap bulan, namun rumahnya milik sendiri,” imbuhnya. Terakhir membeli rumah sama dengan investasi, sebab nilai kredit yang dibayar hingga lunas pada akhirnya jauh lebih kecil dari nilai rumah di masa depan. “Ini terbukti setelah saya menjual RSS ini tahun 2009,” tegasnya. Ceritanya, setahun setelah KPR RSS-nya lunas 2003, Ahyar kembali membeli rumah lebih besar di Perumahan Griya Hero Abadi, Talang Kelapa. “Dulu wilayah Maskerebet ini juga sepi, sama halnya Sako. Masih banyak lahan kosong dan semak belukar, bangunan pemukiman sedikit sekali. Setelah masuk perumahan subsidi satu persatu, sekarang sangat ramai dan maju,” paparnya. Di Griya Hero, rumahnya tipe 36/100 meter persegi. Tahun 2004 harga RSH (rumah sederhana sehat) itu sudah jauh naik. “Waktu beli harganya Rp29 juta, namun saya masih tidak sanggup membayar cash,” cetusnya. Karena ingin KPR lagi dan ingatnya BTN, Ahyar kembali mengajukan kredit rumah kedua. Uang mukanya minim, angsuran flat Rp400 ribu/bulan dengan tenor 10 tahun. Meskipun KPR kedua tak dapat subsidi, berdasarkan pengalaman, ia mengaku tak rugi investasi rumah lantaran harganya terus melambung. “Tahun 2009 nilai rumah saya di RSS Griya Harapan A melesat 10 kali lipat. Pas saya jual laku Rp30 juta. Saya pindah ke Griya Hero karena RSS itu kecil, sementara anak saya bertambah jadi empat. Dari rumah ini pula semua sukses menempuh pendidikan S1 di Universitas Sriwijaya, satu S2 di Jerman,” bebernya. Setali tiga uang, sekarang rumah yang ia tempati mahal, ditaksir Rp250-300 juta. Ahyar menyebut BTN betul-betul all out membantunya mewujudkan rumah impian keluarganya. “Bayangkan harga rumah melampaui gaji PNS. Saya kira bukan cuma saya merasakannya, tapi teman-teman PNS di kantor juga membeli rumah kredit,” ungkapnya. Sekarang pun dengan harga rumah subsidi Rp166 juta (wilayah Sumatera, red) jauh dibanding gaji pokok PNS golongan I-IV Rp1,68–Rp6,3 juta per bulan. Artinya tanpa menabung, PNS masih harus KPR jika mau mendapatkan rumah lebih cepat. Tetangganya, Jon Faradilla (49) ikut membeli rumah via KPR BTN tahun 2005. Karyawan PT Bumi Citra Sumatera ini mengaku cukup mendesak waktu itu, mengingat ia dan istrinya telah ngontrak 3 tahun, dan 1 tahun tinggal di rumah orang tua. Sementara gajinya Rp1 jutaan/bulan. “Nggak mampu beli cash puluhan juta. Makanya ketika ada penawaran KPR rumah subsidi di Griya Hero langsung ambil 1 unit. Kreditnya milih BTN, persetujuannya ringkas dan cepat. Tak sampai sebulan akad kredit,” ujarnya. Seperti Ahyar, Jon membeli rumah tipe 36/100 seharga Rp30 juta. “Naik setahun berselang, DP Rp5 juta, angsurannya murah Rp340 ribu flat 10 tahun lantaran bersubsidi,” lanjut pria kelahiran 11 Juni 1974 ini. Total pembayaran sampai lunas Rp45,8 juta, masih jauh dibanding nilai rumahnya kini Rp300 juta. Baik Ahyar maupun Jon, hanya contoh beberapa nasabah yang mendapat manfaat intermediasi Bank BTN. Selama 74 tahun berdiri, BTN telah membantu lebih dari 5 juta keluarga Indonesia, baik dari sektor formal (ASN, karyawan) maupun informal (pedagang, petani, nelayan, ojek online, buruh, honorer) berupa rumah yang layak sebagai tempat bertumbuhnya generasi yang lebih baik di masa depan. Bank spesialis KPR ini membuka akses affordability (keterjangkauan) bagi seluruh masyarakat Indonesia sehingga dapat dengan mudah memiliki rumah lewat KPR. Tanpa kredit, mayoritas penduduk tak sanggup membayar kontan. Akhirnya BTN mengakselerasi perluasan pemukiman di seluruh Tanah Air, membangun peradaban memajukan bangsa, meningkatkan perekonomian negeri dari sektor perumahan mengingat BTN pula bank pertama penyalur KPR di Indonesia. Dalam sejarahnya, pada 29 Januari 1974, Pemerintah RI melalui Surat Menteri Keuangan RI Nomor B-49/MK/I/1974 menunjuk pertama kali Bank BTN sebagai wadah pembiayaan proyek perumahan rakyat. Untuk menjalankan tugas itu, BTN merealisasikan KPR pertama di Indonesia pada 10 Desember 1976 di Kota Semarang. Djamin Ceha, owner PT Tanah Mas, pengembang pertama yang proyeknya dibiayai , yakni 9 unit rumah untuk pegawai Pemda Jawa Tengah. Menyusul 8 unit rumah di Surabaya. Sehingga total nilai kredit perdana BTN untuk 17 unit rumah itu sebesar Rp38 juta, atau rata-rata Rp2,23 juta per unit. Sejak awal merintis, Bank BUMN ini berusaha meningkatkan calon peminat KPR sekaligus memberi kesempatan mereka yang bergaji kecil. Atas usulan Djamin Ceha, BTN bahkan menaikkan batas maksimal gaji yang dapat diangsur kala itu, dari 25 persen menjadi 45-55 persen. Sehingga tak hanya pegawai negeri bergaji di atas Rp115 ribu per bulan bisa KPR, tapi juga yang bergaji Rp60 ribu per bulan layaknya Ahyar. Ekonom Sumsel, Prof Dr Sulbahri Madjir SE MM mengatakan Bank BTN paling konsen menggarap segmen properti lantaran sudah jadi core business-nya sejak 1974 silam. Tak heran jika brand awareness sebagai rajanya KPR sangat kuat dan ketika menyebut KPR identiknya pasti BTN. “Kita tahu bank ini pertama kali ditunjuk Pemerintah membiayai perumahan rakyat sampai populerlah istilah KPR BTN,” ungkap Sulbahri. Sehingga ia tak menampik BTN ikut memajukan perekonomian nasional melalui sektor real estate. Diketahui pada 2023, sektor properti mampu menyumbang PDB (product domestic bruto) RI atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp505,5 triliun dan atas dasar harga konstan (ADHK) 2010 Rp343,9 triliun. Dari PDB 2023 senilai Rp20.892,4 triliun (ADHB) dan Rp12.301,4 triliun (ADHK 2010). Bagi laju ekonomi, kontribusinya 0,04 persen terhadap pertumbuhan 2023 sebesar 5,05 persen. Tren ini sudah terlihat sejak awal bergulirnya KPR, dimana mengutip Buku Statistik Indonesia 1980-1981, tahun 1976 PDB ADBH sektor bangunan baru Rp812,6 miliar, lalu melesat hampir 3 kali lipat di 1980 menjadi Rp2.342,3 miliar. Sementara atas dasar harga konstan 1973, masing-masing Rp384,5 miliar menjadi Rp606,7 miliar. Kontribusi itu 5 persen dari PDB 1980 Rp41.888,8 miliar (ADHB) dan Rp10.645 miliar (ADHK 1973). Tak hanya itu, segmen properti juga memberikan multiplier effect pada 174 sektor ekonomi turunannya seperti industri semen, besi/baja, toko bangunan, pusat perbelanjaan/ritel, transportasi. “Money supply atau jumlah uang beredar semakin besar karena ada stimulus dari masifnya pembangunan perumahan dan dorongan pembelian melalui KPR. Akhirnya peradaban bangsa terbangun, perekonomian bergulir semakin kuat,” terang Guru Besar Ekonomi Universitas Tridinanti Palembang ini. Namun tanpa fasilitas kredit perbankan, penjualan rumah sudah pasti lambat sebab banyak orang tak mampu beli tunai. Survei Bank Indonesia (BI) triwulan II 2023, jenis pembiayaan utama pembelian properti residensial oleh konsumen berasal dari fasilitas KPR dengan pangsa pasar 76,02 persen, disusul tunai bertahap 17,25 persen, dan secara tunai 6,73 persen. “Artinya jika ingin mendorong pasar properti dan meningkatkan ekonomi, peran Pemerintah dan bank sangat urgent memberi stimulus seperti memperkecil uang muka dan tingkat bunga KPR,” imbuh pria kelahiran Lahat, 16 Maret 1951 ini. Maka itu program KPR subsidi sudah sangat tepat dalam rangka mencapai target Program Sejuta Rumah (PSR) yang dicanangkan Presiden RI tahun 2015. Kementerian PUPR mencatat realisasinya hingga 2022 sebanyak 7.988.585 unit. Tahun 2023 over target 1.217.794 unit, dengan rincian 1.010.142 unit untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 207.652 unit non MBR. BTN memberi kontribusi terbesar PSR dengan realisasi kredit perumahan sejak 2015 mencapai 5,4 juta unit rumah. Total nilai pembiayaan KPR Rp470 triliun, sementara market share KPR BTN subsidi per September 2023 mendominasi 83 persen dan KPR non subsidi 39,1 persen. Selain sektor formal, sejak 5 tahun terakhir BTN juga fokus menyalurkan KPR ke segmen informal dengan realisasi 133 ribu unit rumah atau Rp22 triliun. Diakui Sulbahri, RS subsidi tinggi peminat lantaran lebih terjangkau ditambah banyak benefit dari Pemerintah dan perbankan. Dengan uang muka 1 persen, masyarakat bisa mengambil KPR BTN Subsidi untuk pembelian rumah sejahtera tapak dan susun. Suku bunga tetap 5 persen, jangka waktu hingga 20 tahun, ada subsidi bantuan uang muka Rp4 juta, serta bebas premi asuransi dan PPN. “Investasi rumah dan tanah paling menguntungkan walau mengangsur belasan tahun. Bandingkan tahun 1985, rumah tipe 100 di kompleks elit Kedamaian 1 Palembang itu Rp60 juta, sekarang harganya miliaran,” bebernya. Naiknya nilai aset ini mengingat kebutuhan rumah kian tinggi, penduduk bertambah namun suplai terbatas, lahan tetap. BI melaporkan Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) triwulan III 2023, Indeks Harga Properti Residensial Nasional (2018=100) tipe kecil tercatat 110,54, meningkat dibanding triwulan I 2018 yang masih 98,81. Sementara harga rumah subsidi yang ditetapkan Pemerintah, tahun 2024 sebesar Rp166 juta (wilayah Jawa-Sumatera), naik dari 2018 Rp130 juta. Jalankan Amanah UUD 1945, Tuntaskan Backlog dan RTLH BACKLOG kepemilikan rumah di Indonesia masih tinggi. Data Susenas BPS 2021 melaporkan angkanya 12,71 juta rumah tangga, sementara backlog kepenghunian 6,98 juta rumah tangga, dan rumah tidak layak huni (RTLH) 29,56 ribu unit. Untuk itu Pemerintah, BP Tapera, perbankan terus mengenjot penyaluran rumah subsidi, di antaranya lewat skema FLPP. Tahun 2024 dana subsidi FLPP Rp13,72 triliun untuk alokasi rumah subsidi 166 ribu unit. Di 2023 realisasi penyaluran Rp26,32 triliun untuk 229 ribu unit rumah. Dari 40 bank penyalur dana FLPP, BTN tertinggi dengan 126.269 unit dibiayai. Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Sumsel, Syamsu Rusman menyebut 95 persen konsumen membeli rumah secara kredit. “Rumah subsidi rata-rata pembelinya MBR karena terkait kemampuan keuangan mereka,” ujarnya. Dari banyak bank, BTN paling dominan biayai rumah subsidi. Namun, kata dia, untuk menuntaskan backlog dan RTLH perlu peran seluruh stakeholder terkait, mulai dari Pemerintah, perbankan, juga pengembang. “Selama Pemerintah mempermudah perizinan, memperbesar subsidi, memberi insentif pajak, dan bank mempermudah syarat KPR, maka penjualan rumah cepat melaju. Kita bisa bangun lebih banyak perumahan layak huni sesuai tata ruang kota/desa,” lanjut Syamsu.
LAYANI NASABAH : Teller Bank BTN Palembang melayani nasabah yang ingin melakukan transaksi kas untuk setoran KPR.-Foto : KRIS SAMIAJI/SUMEKS - Direktur Utama BTN, Nixon L.P Napitupulu menyampaikan BTN komitmen mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan menjadi bank penyalur KPR terbesar di Indonesia. “Perjalanan panjang BTN selama 47 tahun membantu rakyat mewujudkan rumah impian menjadi sumber kekuatan bagi kita untuk terus memacu sektor perumahan dan menciptakan nilai tambah perekonomian,” ungkap Nixon dalam keterangannya. Sebagai perpanjangan tangan Pemerintah, BTN aktif berperan mengimplementasikan amanah UUD 1945 pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Tentu bersinergi dengan seluruh stakeholder, pengembang, BP Tapera, Kementerian BUMN, PUPR, Keuangan, dan DPR RI. “Kami mendorong sebanyak mungkin rakyat Indonesia, khususnya MBR memiliki rumah melalui KPR,” lanjutnya. Saat ini, 90 persen portofolio kredit bank terbesar ke-5 dari segi size aset ini kredit perumahan. Lebih dari 7 juta nasabah telah dilayani, 3.000 notaris bekerja sama merealisasikan KPR, serta 7.000 mitra pengembang membangun negeri. “Kami menyadari peran perumahan sangat besar mempercepat pertumbuhan PDB nasional, diikuti multiplier effect pada industri turunannya,” ujar Nixon. Sebab sektor ini padat modal, padat karya , 90 persen menggunakan material lokal, dan menyumbang pajak. “Sebagai bank yang fokus perumahan, BTN memiliki peran sebagai integrator sisi demand, supply, dan stakeholder pada ekosistem perumahan nasional,” tuturnya. Untuk itu tahun 2024, strategi BTN masih terus mengoptimalkan KPR subsidi pemerintah dengan target 85 persen KPR FLPP dan 90 persen KPR Tapera. “Kita juga mengusulkan program subsidi hunian baru (New KPR Subsidi) dengan mengembangkan skema pembiayaan subsidi yang equitable dan affordable kepada Pemerintah,” sebutnya. Lalu mempercepat pengembangan bisnis KPR non subsidi, dengan menambah sales counter baru, meningkatkan penjualan melalui channel KCP, dan ekspansi penjualan KPR via platform digital yang menyasar milenial. “Pada akhirnya kami berharap BTN bisa mencapai visi The Best Mortgage Bank in Southeast Asia 2025,” tandas Nixon. (fad)
Kategori :