Belum lagi nanti mendekati hari H. “Memang ada cara, trik maupun teknik masing-masing caleg untuk mendapatkan suara. Tapi nonsen jika tidak mengeluarkan biaya untuk konstituen,” cetusnya.
Seringkali, suara yang didapat tidak imbang dengan modal yang dikeluarkan. “Kita mengeluarkan 100 persen, suara yang didapat paling 50 persen. Syukur-syukur lebih,” ucap Yu.
BACA JUGA:Belum Boleh Kampanye di Medsos
BACA JUGA:Jangan Rusak Pohon demi Kampanye! Bawaslu OKI Tegas: APK di Pohon Harus Diturunkan
Ia tak menamping rumor ada caleg yang bahkan harus menjual aset, seperti rumah, mobil atau pun barang berharga lainnya. “Saya saja harus merelakan aset berupa lahan dijual. Ya, mau tidak mau, senang tidak senang lah. Semuanya harus kita keluarkan untuk meraih suara dari konstituen,” ungkap dia.
Dia sendiri, berencana akan mulai mendekati para konstituen di dapilnya satu minggu terakhir mendekati pemilu. “Kalau sekarang kita tebar, orang pasti sudah banyak yang lupa. Selain itu, kalau menebar sekarang cost yang dikeluarkan pun akan lebih besar. Jadi kita yang matang-matang saja lah. Dekat pemilu, baru kita tebar peluru,” jelasnya.
Maju sebagai caleg tingkat provinsi, Yu mengatakan, memang butuh dana cukup besar. Sayangnya dia tidak mau mengungkapkan nilainya. “Beda orang berbeda pula besaran dana yang akan dikeluarkan,” ucapnya. Dia mengatakan, saat ini kebanyakan caleg memang sosialisasi dengan menyasar langsung konstituen.
Senada dikatakan Al, caleg DPRD Palembang. Pria yang baru pertama kali turun dalam kancah politik ini mengatakan, semuanya memang berujung pada uang. “Tidak mungkin caleg tidak mengeluarkan uang. Omong kosong,” katanya. Tinggal lagi besarannya yang berbeda-beda.
BACA JUGA:Ada Caleg Curi Start Kampanye di Medsos, Bawaslu OKU Timur Beri Peringatan Ini !
BACA JUGA:Belum Ada Jadwal Kampanye Akbar
“Kalau saya terus terang tidak mau menjual rumah, mobil atau tanah. Paling yang ada saja, cukup dari tabungan,” ujarnya. Terpenting, menurut Al, kedekatan dan emosional dengan pemilih harus lebih terjalin. “Kalau cuma menghambur-hamburkan uang, tapi tidak ada kedekatan emosional, tidak berguna juga,” tambahnya.
Yang penting lagi, bagaimana sebagai caleg tidak terlihat sombong, aku dan pelit di mata masyarakat. Dengan harapan, sebagai pemilih mereka akan ingat dengan caleg. “Untuk ongkos atau bensin mereka ke TPS perlu juga kita pikirkan,” beber Al.
Ia bersyukur, ada teman-temannya yang mau membantu. Selain bantu membuatkan baliho atau banner untuk dirinya sosialisasi, ada juga yang siap ganti ongkos konstituen datang ke TPS pada hari pencoblosan. “Mereka ini bisa dikatakan teman sehidup semati. Kita susah mereka susah, melihat kita berjuang mereka mau juga ikut berkorban,” tukasnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Provinsi Sumsel Andika Pranata Jaya SSos MSi juga angkat bicara soal adem ayemnya kegiatan parpol dan soalisasi caleg pada Pemilu 2024 ini. “Sepertinya ada perubahan cara berkampanye dari para caleg. Para caleg cenderung langsung menemui konstituennya. Door to door,” ujarnya beberapa waktu lali.
Ditegaskan Andika KPU sudah siapkan gelanggang kampanye. “Tapi kita lihat masih sepi-sepi saja. Tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya,” tutur Andika. Kondisi ini sedikit banyak buat aparat keamanan yang terkait dengan pengamanan bingung.
“Kepolisian tanya kita. Jangankan ke KPU, ke parpolnya saja, mereka (antarcaleg) mungkin tidak melapor mau (kampanye) ke mana,” duganya. Bahkan, kata dia, antarcaleg dalam satu parpol apalagi satu dapil, bisa saja bersaing untuk mendapatkan suara.