JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Bolehkah umat islam memelihara anjing? Yuk simak artikel mengutip tulisan Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam Kemenag ini.
Anjing, sebagai salah satu makhluk, sering dihindari oleh sebagian besar umat Islam, terutama terkait dengan tata cara penyucian dari najisnya.
Menurut Madzhab Syafi'i, membersihkan diri setelah berinteraksi dengan anjing menjadi lebih sulit karena anjing dianggap sebagai najis mughaladzah. Lalu, bagaimana sikap seorang Muslim yang memelihara anjing?
Dalam hal ini, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang Muslim yang memelihara anjing tanpa alasan yang jelas dapat mengurangi pahalanya, sebagaimana disampaikan dalam hadits riwayat Imam Muslim:
وَفِي رَوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: "مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ صَيْدٍ وَلَا مَاشِيَةٍ وَلَا أَرْضٍ، فَإِنَّهُ يُنْقِصُ مِنْ أَجْرِهِ قِيرَاطَانِ كُلَّ يَوْمٍ".
"Dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda: 'Siapa saja yang memelihara anjing bukan untuk berburu, menjaga ternak, atau menjaga tanah, maka pahalanya akan berkurang dua qirath setiap hari.'"
BACA JUGA:Bolehkah Umat Muslim Memelihara Anjing? Buya Syakur Berikan Jawaban Mengejutkan
BACA JUGA:BKSDA Ngaku, Anjing Pelaku Penyerangan Rusa, Tapi Banyak yang Meragukan
Dari hadits ini, ulama memiliki pendapat yang berbeda mengenai pemeliharaan anjing bagi seorang Muslim. Ulama Madzhab Syafi'i menyimpulkan bahwa memelihara anjing tanpa alasan yang jelas haram.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa seorang Muslim boleh memelihara anjing untuk beberapa keperluan tertentu, seperti berburu, menjaga tanaman, atau merawat ternak.
Namun, mereka berbeda pendapat tentang pemeliharaan anjing untuk menjaga rumah atau gerbang.
Sementara itu, Imam Malik berpendapat bahwa seorang Muslim boleh memelihara anjing untuk berbagai keperluan.
BACA JUGA:Hati-hati! Ternyata Begini Hukumnya dalam Kajian Islam, Merayakan Tahun Baru
BACA JUGA:Sumpah Setia pada NKRI dan Pancasila, 24 Jema'ah Islamiyah di Kabupaten Ini Lepas Baiat
Ibnu Abdil Barr, seorang ulama mazhab Maliki, menjelaskan bahwa larangan Rasulullah hanya bersifat makruh, bukan haram. Pengurangan pahala hanya bersifat pencegahan agar umat Islam tidak terjerumus dalam perilaku yang tidak diinginkan.