BACA JUGA:Jelang Natal dan Tahun Baru, Polisi Tingkatkan Pengawasan Gereja, Begini Caranya
3. Somalia
Somalia, sebuah negara mayoritas Muslim, telah mengeluarkan larangan terhadap perayaan Natal di tempat umum sejak tahun 2015.
Larangan ini mencakup segala bentuk kegiatan seperti mendirikan pohon Natal, memasang dekorasi Natal, dan mengenakan pakaian Natal.
Pemerintah Somalia berpendapat bahwa larangan tersebut diperlukan untuk menjaga stabilitas sosial dan agama di negara tersebut.
Meski begitu, umat Kristen masih diizinkan merayakan Natal di tempat-tempat pribadi seperti rumah atau gereja, dan penjualan hiasan Natal di toko-toko tetap diizinkan.
4. Tajikistan
Tajikistan, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, juga mengeluarkan larangan terhadap perayaan Natal di tempat umum sejak tahun 2015.
Larangan ini dipandang sebagai langkah untuk menjaga stabilitas sosial dan agama di negara tersebut.
Meski mendapat kritik dari kelompok hak asasi manusia yang menganggapnya sebagai bentuk diskriminasi terhadap umat Kristen, hingga 2023, pemerintah Tajikistan belum mencabut larangan tersebut.
Meski demikian, terdengar kabar bahwa sedang dipertimbangkan untuk mencabut larangan perayaan Natal di tempat umum.
5. Brunei Darussalam
Brunei Darussalam, sebuah kerajaan Islam dengan mayoritas penduduk Muslim, menerapkan larangan terhadap perayaan Natal di tempat umum pada tahun 2019.
Alasan di balik larangan ini, serupa dengan negara-negara lain, adalah untuk menjaga stabilitas sosial dan agama.
Meski larangan tetap berlaku, umat Kristen masih diperbolehkan merayakan Natal di tempat-tempat pribadi seperti rumah atau gereja.
Pemerintah Brunei Darussalam juga mengizinkan penjualan hiasan Natal di toko-toko. Pada tahun 2023, terdengar kabar bahwa pemerintah mempertimbangkan untuk mencabut larangan perayaan Natal di tempat umum.
6. Korea Utara
Korea Utara, dengan ideologi Juche yang dianut oleh pemerintah, telah lama melarang perayaan Natal sejak berdirinya negara pada tahun 1948. Pemerintah komunis Korea Utara menganggap perayaan Natal sebagai hal asing yang tidak sesuai dengan ideologi Juche, dan larangan ini dianggap perlu untuk menjaga stabilitas sosial dan politik.
Meski larangan berlaku, umat Kristen tetap merayakan Natal secara diam-diam di rumah-rumah atau gereja bawah tanah. Pemerintah seringkali menangkap dan menghukum umat Kristen yang ketahuan merayakan Natal.
Larangan ini telah menarik kritik dari kelompok hak asasi manusia yang menganggapnya sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia.