Kedua adalah pemberian gelar non genetik atau gelaran bagi bukan garis keturunan Komering. Adok itu diberikan, disebut adok pengankonan.
Misalnya sesorang yang tinggal lama di Komering, dianggap telah berbuat baik atau berjasa, dan juga sudah kental pergaulan, serta sudah dianggap keluarga sendiri.
Hanya saja, adok itu tidak bisa lebih tinggi atau tidak sama dengan pemberi gelar. Misalnya raden kapitan, jaya kapitan, temenggung kapitan.
"Dulu gelar adat ini menunjukan status sosial dan ekonomi. Misalnya digelar raja artinya dari bangsawan dan kekayaan yang lebih," katanya.
BACA JUGA:Bahaya! Melanggar 10 Ketentuan ini PNS Bisa Diberhentikan, Kuota CPNS Bisa Makin Banyak Nih
BACA JUGA:Mau NIkah di Luar Negeri ? Ini caranya.
Selain pemberian adok genetik dan non genetik tadi, gelaran Adat Komering juga bisa deberikan berupa penghormatan.
"Gelar ini kita berikan mereka yang memiliki jabatan pemerintahan dan non pemerintahaan. Baik orang komering maupun bukan komering," katanya.
Dia mengatakan adok bagi pemimpin ini bisa ditingkat kabupaten, provinsi, tokoh nasional, petinggi nasional, hingga presiden.
Ada 2 presiden RI yang pernah diberikan adok atau jajuluk atau gelaran dari Suku Komering.
Pertama adalah Megawati Sukarno Putri, peresiden ke 5 Indonesia.
Megawati menerima gelar tersebut bersama dengan almarhum suaminya Taufiq Kiemas, di Stadion Utama Gelora Sriwijaya, Jakabaring Palembang, 26 Juni 2004 lalu.
Gelar itu diberikan lansung oleh Syahrial Oesman, pada saat Gubernur Sumsel.
BACA JUGA:Mengenal Lebih Dekat Pj Bupati Lahat Muhammad Farid, Begini Dedikasi dan Perjalanan Kariernya!
BACA JUGA:PENGUMUMAN: Seleksi CPNS 2024 Digelar Setiap 3 Bulan Sekali, Berikut Syarat yang Harus Dipenuhi
"Setelah di Jakabaring pemberian gelar itu disahkan kembali di kediaman Bapak Syahrial Oesman, di Desa Pulau Negara, Kecamatan BP Peliung, Kabupaten OKU Timur," cerita H Leo.