OGAN ILIR, SUMATERAEKSPRES.ID - Beberapa fakta baru kembali muncul terkait kasus aborsi yang dilakukan mahasiswi teknik tambang Unsri, RN (21) dan pacarnya DPN (23). Ketua RT 10 RK 5 kelurahan Timbangan kecamatan Indralaya Utara, Ogan Ilir, M Imron Suandi membeberkan beberapa hal saat dirinya ikut bersama polisi melakukan olah TKP.
"Sekitar pukul 00.00, saya bersama DPN dan polisi langsung olah TKP di kosan DPN. Menurut pengakuan DPN saat itu mereka menggugurkan kandungan dengan meminum 16 butir obat yang dibeli dari online," ujar Imron. Senin (20/11)
Sebagian obat dimasukan ke alat kelamin RN. Tidak lama setelah itu terjadi pendarahan. Akibat reaksi dari obat itu janin yang ada dari perut langsung keluar. "Setelah keluar, janin itu diambil DPN lalu dibuang ke kloset yang ada di kosan dan disiram banyak air," jelasnya.
Sehingga, janin hasil aborsi tersebut masih berada terkubur dalam kloset lamar mandi DPN.
BACA JUGA:Fakta dan Kronologi Lengkap Dibalik Meninggalnya Mahasiswi Unsri yang Melakukan Aborsi
Sementara, keadaan RN sudah sangat lelah menahan sakit dan nafasnya sudah terengap-engap. Sampai akhirnya tidak sadarkan diri dan dilarikan ke RS Arroyan.
Lanjut pak RT, Di kosan DPN, masih ada bercak darah, sampai 2 kasur tembus, basah dengan darah. "Sempat kami tanyakan alasan kenapa mereka gugurkan. Kalo pengakuan DPN, dia awalnya mau tanggung jawab. Tapi kata ceweknya lebih baik mati dari pada lahirkan anak itu. Kita tidak tau yang sebenarnya apakah benar begitu, karena jawaban sepihak," ungkapnya. Saat diinterogasi, Imron menyebut raut wajah DPN tampak takut, cemas dan trauma.
Menurutnya, RN baru sekitar sebulan terakhir pindah kos di lingkup RT 10. Sebelumnya pindahan dari kampung sebelah.
"Kami kurang terlalu kenal, DPN orangnya juga kurang bergaul. Mereka juga tidak pernah lapor sejak di sini. Pengurus kos juga tidak lapor, jadi kami tidak tau," terangnya.
Dikatakan Imron, ada sekitar 2.000 penghuni kos dan 500 warga di lingkup RT 10. "Seharusnya aturannya yang baru kos itu wajib melapor dulu ke RT, karena dulu seperti itu. Tapi sejak kisaran 6 tahun terakhir jadi cuek, jarang sekali yang laporan ke RT," jelasnya.
Kemudian, untuk setiap bedeng kos itu tidak boleh dicampur antara laki-laki dan perempuan. Namun, itu balik lagi ke pengurus kos masing-masing.
Diakuinya, fenomena asusila seperti ini banyak terjadi di tengah pergaulan mahasiwa di area kos-kosan yang jauh dari pantauan keluarga. "Kami belum lama ini sudah 3 kali lakukan penggerebekan di beberapa kos. Kadang jan 00.00, kadang jam 02.00 wib," jelasnya.
Karena sudah jadi omongan warga dan jadi laporan ke RT. Petugas ronda kerap memantau seringnya kos putri mengajak laki-laki menginap hingga larut malam.