JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Rupiah menunjukkan performa positif dengan melanjutkan tren penguatan dalam perdagangan akhir pekan ini.
Mata uang Garuda tersebut berhasil menguat sebanyak 62 poin atau 0,40 persen, menetapkan posisinya di angka Rp15.492 per USD pada penutupan perdagangan Jumat (17/11/2023).
Kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) juga mencatat penguatan rupiah, menempatkannya di level Rp15.504 per dolar USD pada perdagangan sore ini.
Dalam konteks regional, mayoritas mata uang di Asia mengakhiri perdagangan dengan hasil positif. Won Korea Selatan, ringgit Malaysia, yen Jepang, dolar Hong Kong, dan peso Filipina berhasil mencatatkan penguatan masing-masing.
BACA JUGA:Banjir Posisi, Bank Mandiri Buka Loker Besar-Besaran, Simak Disini Persyaratannya!
BACA JUGA:Eksplorasi Budaya Lokal, Bank Sumsel Babel Pamerkan Kekayaan Etnik dalam Fashion on Street
Sementara itu, mata uang negara maju seperti euro Eropa, poundsterling Inggris, franc Swiss, dolar Australia, dan dolar Kanada mengalami pelemahan.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong, mengindikasikan bahwa penguatan rupiah berkaitan dengan perlambatan data ekonomi, yang pada gilirannya menurunkan ekspektasi suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS).
Lukman Leong menyatakan, "Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat di tengah menurunnya prospek suku bunga The Fed menyusul serangkaian data ekonomi yang lebih lemah."
Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menambahkan bahwa fokus pasar saat ini terletak pada data inflasi indeks harga konsumen utama (CPI) AS yang diperkirakan menunjukkan penurunan inflasi hingga Oktober. Ibrahim menjelaskan, "Setelah inflasi meningkat melampaui ekspektasi selama dua bulan terakhir."
BACA JUGA:Pendaftaran Segera Tutup! Loker Bank BRI Regional Palembang, Berikut Syarat dan Formasinya
Sementara itu, kekhawatiran pasar terhadap ekonomi Tiongkok juga memberikan dampak terhadap sentimen regional.
Data menunjukkan perlambatan aktivitas pinjaman di Tiongkok hingga Oktober 2023, meskipun pemerintah telah mengambil langkah-langkah stimulus.
Likuiditas di negeri Tirai Bambu mengalami penurunan, menciptakan ketidakpastian dalam pasar regional.