SUMSEL, SUMATERAEKSPRES.ID – Berburu sinyal di desa terpencil sudah jadi tradisi lazim, layaknya anak-anak remaja di Desa Bukit Selabu, Kecamatan Batang Hari Leko (BHL), Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Setiap sore hingga menjelang senja, mereka akan berkumpul di kawasan atau bukit paling tinggi supaya smartphone-nya bisa nyambung sinyal 4G/LTE.
Maklum kala itu, desa eks transmigrasi yang dibentuk tahun 1993 ini belum memiliki tower pemancar sendiri sehingga warganya kesulitan mendapatkan koneksi internet. Padahal penduduk Desa Selabu mencapai 1.884 jiwa, menyebar di 4 dusun dengan luas wilayah 20 km persegi. Menara BTS terdekat berada di desa tetangga, Bukit Sejahtera dan Saud sekitar 6-14 km dari pusat desa.
“Wajar sampai desa kita sinyalnya lemah. Sesekali muncul koneksi 4G tapi susah loading, tidak nyambung, lalu hilang sama sekali. Yang bisa cuma menelpon. Mungkin pemancarnya terlalu jauh atau kapasitasnya terbatas,” ujar Hery Wibowo, Sekretaris Desa Selabu, Kamis (3/11).
Makanya tak heran anak-anak gamer suka mendaki bukit tertinggi. Memang secara kontur tanah (dataran), Bukit Selabu berada di ketinggian 13 mdpl. “Namanya main game, tentu butuh kualitas sinyal yang benar-benar bagus. Di bukit-bukit jaringan 4G/LTE yang kuat dari tower desa tetangga tertangkap,” imbuhnya.
Tapi akhirnya Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) memberi harapan baru, mewujudkan mimpi masyarakat Desa Selabu yang telah menunggu belasan tahun komunikasi paripurna. Walau desa mereka masuk pelosok, IOH peduli membangunkan site BTS pertama kali dan satu-satunya pada tahun 2022.
Masyarakat bersuka cita, mereka lalu beramai-ramai migrasi (pindah, red) menggunakan kartu seluler Indosat dan Tri. “Sudah pasti karena pemancarnya dekat, sinyal Indosat atau Tri paling bagus di sini,” ujar Hery. Setelah menara BTS IOH terbangun, Desa Selabu cepat berkembang, bertransformasi digital, dan masyarakatnya menjadi berdaya.
Sekarang remaja-remaja yang sering mabar (main bareng) ke bukit-bukit berkurang, sebab koneksi 4G sudah sampai rumah-rumah penduduk. Mereka tak perlu kemana-mana lagi main game atau berselancar di dunia maya. Tak hanya itu, kata Hery, masyarakat semakin mudah mengakses internet, media sosial, maupun belanja online di e-commerce.
“Dulu yang belanja online masih sedikit sekali lantaran sulit sinyal, sekarang kurir ekspedisi setiap hari bermotor membawa barang belanjaan, baik itu produk rumah tangga, spare part atau alat bengkel, mainan, macam-macam pokoknya,” tuturnya.
Akhirnya, aktivitas belanja online menjadi biasa, warga mengakses Tokopedia, Lazada, Shopee, dan sebagainya. Bahkan bayarnya tak hanya COD (cash on delivery) alias bayar di tempat, tapi mereka sudah bisa transfer bank atau e-wallet (dompet elektronik) seperti DANA, OVO, dan lainnya.
Menariknya, masyarakat menjadi cerdas karena melihat peluang kehadiran sinyal 4G/LTE sebagai kesempatan meraih keuntungan. “Jadi kini beberapa UMKM kita semakin sering jualan online, mereka menawarkan di kanal media sosial seperti menjual kue, baju, alat rumah tangga,” imbuhnya.
Artinya kehadiran site IOH membuat masyarakat produktif dan sejahtera. “Penduduk kita mayoritas (80 persen) bermata pencahariannya pekebun sawit. Sekarang HP tak cuma digunakan untuk menelpon, petani juga sudah buka media sosial, Youtube, searching google. Yang mereka akses seperti cara belajar menanam sawit, mencari bibit unggul, pupuk tanaman yang bagus, dan seterusnya,” lanjut Hery.
Cerita Desa Selabu ternyata sama dengan desa transmigrasi lainnya, yaitu Desa Rukun Rahayu yang sempat masuk area blankspot sinyal 4G. Padahal desa ini sudah ada sejak 1981, namun semakin terpelosok karena kendala komunikasi.
Sebelum tahun 2022, ketika belum ada site BTS di desa, tower terdekat berada di Desa Jirak yang jaraknya 17 km. Jadi sudah pasti tak ada sinyal 4G/LTE sama sekali, jangankan mengakses internet, menelpon saja repot kendati di HP muncul sinyal 2G/Edge. Warga yang mau menelpon mesti naik tebing yang tinggi atau memasang penguat sinyal telekomuniasi ( repeater) di rumah.
Begitu pula anak-anak remaja sering berburu sinyal ke bebukitan di desa supaya gadgetnya bisa menangkap sambungan seluler 4G dari pemancar BTS di Desa Jirak. “Kalau anak-anak biasanya main media sosial, seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, TikTok. Mereka buat status, mengirim pesan atau gambar, meng-upload video, hingga main game. Dan ini bukan sesekali, tapi setiap hari sepulang sekolah,” ujar Kepala Desa Rukun Rahayu, Kecamatan Jirak Jaya, Muba, Budiono.
Mau ke Desa Jirak kan terlalu jauh, jalan poros masih tanah dan berlumpur saat hujan. Maklum Rukun Rahayu jauh ke pelosok, sekitar 55 km dari pusat ibukota Sekayu dengan 1,5 jam perjalanan. Tapi warganya banyak, mencapai 2.800 jiwa sehingga akses komunikasi untuk berbagai keperluan sangat penting.