PALEMBANG, SUMATEAEKSPRES.ID - Setelah dilakukan penyitaan asrama mahasiswa dan tanahnya di Yogyakarta, tepatnya di Jalan Puntodewi Nomor 9, Wirobrojan, Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) melakukan pemeriksaan terhadap 7 orang saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan berupa Asrama Mahasiswa di Jl. Puntodewo, Yogyakarta.
Vanny Yulia Eka Sari SH MH, Kasipenkum Kejati Sumsel, mengonfirmasi bahwa tim penyidik pidsus Kejati Sumsel telah memanggil dan memeriksa 7 orang saksi terkait penyelidikan ini.
Proses pemeriksaan saksi dilakukan di Yogyakarta, menggunakan fasilitas penyidik di Gedung Kejati Yogyakarta. Namun, mengenai inisial saksi yang diperiksa, informasi lebih lanjut masih menunggu hasil dari tim penyidik.
Selain menyita bangunan dan tanah, penyidik juga mengamankan beberapa dokumen penting dan memeriksa belasan saksi lainnya di Yogyakarta.
BACA JUGA:Dalam Penyidikan Kejati Sumsel, Sita Asrama Mahasiswa Sumsel di Yogyakarta
Semua langkah ini dilakukan untuk menguatkan bukti-bukti terkait perkara yang diduga dilakukan oleh para tersangka.
Sebelumnya, Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yaitu AS (Alm), MR (Alm) yang telah meninggal pada tahun 2018 dan 2022, serta ZT, EM, dan DK.
Kelima tersangka ini memiliki peran sentral dalam proses peralihan akta yayasan Batanghari 9 menjadi yayasan Batanghari 9 Sumsel, yang memungkinkan mereka melakukan penjualan tanah tersebut.
Peristiwa ini bermula pada tahun 1950 ketika pemerintah Sumatera Selatan, yang saat itu masih merupakan bagian dari pemerintah Sumatera Bagian Selatan yang terdiri dari lima provinsi, membeli sebidang tanah seluas 5 ribu meter persegi di Yogyakarta.
BACA JUGA:Jaksa Segel Asrama Mahasiswa Sumsel di Yogyakarta
Tanah tersebut kemudian digunakan untuk membangun asrama yang diperuntukkan bagi mahasiswa asal Sumatera Selatan yang kuliah di Yogyakarta. Asrama ini dikelola oleh Yayasan Batanghari 9.
Namun, seiring berjalannya waktu, terdapat upaya pengalihan aset pemerintah Sumatera Selatan ini dengan mengubah akta yayasan, yang memungkinkan penjualan tanah tersebut secara leluasa.
Tanah ini kemudian dijual kepada pihak ketiga dengan harga lebih dari Rp 4 miliar pada tahun 2015, dan hasil penjualan ini dibagi oleh kelima tersangka. (Nsw)