SUMATERAEKSPRES.ID - Daerah Aliran Sungai (DAS) harusnya bebas dari pemukiman atau rumah penduduk. Sayangnya masih banyak warga yang bertahan tinggal di kawasan DAS. Padahal tinggal di DAS sangat berbahaya, karena bahaya selalu mengintai.
DI Desa Guci, Kecamatan Ujanmas, Muara Enim ada sekitar 15 rumah yang berdiri di bantaran sungai. Rumah ini masih berpenghuni. Rumah yang didirikan pun bagus dan besar.
Mereka yang tinggal di DAS ini sudah didata pemerintah desa setempat. ‘’Kawasan Desa Guci memang kerap dilanda banjir, apalagi jika debit air Sungai Lematang tinggi,’’ ujar Kepala Desa Guci Kecamatan Ujan Mas. Isra.
Diakuinya, musim yang tak menentu terutama hujan yang berefek longsor dan banjir membuat warga khususnya yang tinggal di kawasan bantaran sungai harus waspada. ‘’Sebenarnya sebagian besar warga di bantaran mengharapkan relokasi ke tempat yang aman dari bahaya banjir dan longsor,’’ ujarnya. Bahkan, beberapa waktu lalu ada petugas dari Dinas Perkim mendata rumah rumah warga yang tinggal di bantaran sungai atau daerah aliran sungai. Pendataan ini terkait rencana relokasi ke tempat yang lebih baik dan masih dalam wilayah Desa Guci.
Semua warga pada dasarnya ingin di relokasi meskipun tempat yang direlokasi ukurannya sesuai standar pemerintah. "Kalau rumah di bantaran sungai itu besar dan bagus, sementara relokasi ya sesuai standar pemerintah dan mereka tetap mau," ungkapnya. Namun, yang memberatkan warga adalah statusnya yang hak pakai. Artinya bukan hak milik tidak bisa diperjual belikan sementara rumah yang ditempati saat ini adalah hak milik. "Memang tidak masalah selama rumah itu ditempati oleh keluarga, cuma tidak bisa dijual saja," bebernya. Menurutnya, sejauh ini rumah di bantaran sungai itu merupakan bangunan lama berbentuk panggung dan tidak ada bangunan yang masih baru. "Ya orang yang tahu tidak mau membangun di bantaran sungai, rumah disana juga kalaupun dijual sulit untuk laku," terangnya. Meski begitu, upaya pemerintah tersebut sangat disambut baik karena memikirkan keselamatan dan tinggal keputusan dari warga apakah mau direlokasi atau tidak. "Yang penting sama sama baik untuk semua pihak," tukasnya.
Hal yang sama juga terjadi di OKU. Waspada banjir dan longsor harus menjadi perhatian warga yang bermukim di tepi bantaran Sungai Ogan. Terlebih saat hujan deras dan terjadi luapan air Sungai Ogan bisa menyebabkan terjadinya banjir. “Khawatir longsor dan banjir Pak. Karena tinggal dekat aliran Sungai Ogan,” kata Yadi, warga yang bermukim di Desa Pusar, Kecamatan Baturaja Barat.
Dikatakannya, dirinya khawatir pada saat intensitas hujan turun lebat, dapat menyebabkan debit air Sungai Ogan meningkat. Tapi untuk saat ini, aliran Sungai Ogan masih pada level ketinggian yang rendah.
Ketua Forum BPD OKU, Garsubi yang juga merupakan warga Desa Pusar mengatakan, untuk di Desa Pusar, sebagian warga memang ada yang bermukim di tepi atau bantaran Sungai Ogan.
Diantara yang tinggai di bantaran Sungai Ogan, sudah pernah terdampak dari terjadinya longsor.
Dia berharap ada solusi pemerintah untuk mengatasi supaya tidak terjadi tanah longsor. Apakah dengan dibangun talud pada daerah yang tanahnya sudah banyak terkikis erosi. Karena saat kondisi hujan lebat dan air Sungai Ogan tinggi, warga akan menjadi was was. Karena menjadi khawatir terdampak dari kemungkinan terjadinya tanah longsor.
Koordinator Dalops BPBD OKU Gunalfi menyampaikan untuk daerah rawan banjir sebagian besar warga yang bermukim di sepanjang bantaran Sungai Ogan. Daerah rawan banjir seperti Kecamatan Baturaja Timur, Baturaja Barat, Ulu Ogan, Muarajaya. Lalu, Semidang Aji, Lubuk Batang, Peninjauan, Kedaton Peninjauan Raya, dan Sosoh Buay Rayap. Sedangkan untuk daerah rawan longsor seperti di Kecamatan Ulu Ogan dan Pengandonan.
Memang sudah ada yang menjadi korban karena tinggal di DAS. Seperti yang terjadi di Desa Serinanti, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten OKI. Satu unit rumah roboh. ‘’Saat ini dikawasan tersebut tinggal sekitar 3 atau 4 unit rumah yang masih berdiri di pinggir sungai. Bahkan satu unit rumah kondisinya sangat mengkhawatirkan,’’ ujar Hidayat SH, kades Serinanti Kecamatan Pedamaran Kabupaten OKI.
Sebenarnya membangun rumah di pinggir memang tak diizinkan. Hanya saja mereka yang tinggal disana biasanya turun temurun. Sudah puluhan tahun. ‘’ Jadi kita tidak bisa melarang mereka untuk tinggal disana (DAS),’’ ujarnya.
Hanya kalau sudah ada kasus seperti ini, pihaknya melarang warga untuk membangun kembali rumahnya disana. Mereka yang menjadi korban rumah roboh harus pindah di tempat lain yang lebih aman.
Dikatakannya, kadang rumah mereka yang dibangun disana ada yang sudah jarang ditempati dan robohnya bangunan juga tidak pernah dilakukan perbaikan. ‘’Kita tetap menghimbau warga berhati-hati menghadapi bangunan rumah yang sudah mengkhawatirkan. Segera diperbaiki,’’ tegasnya.