PALEMBANG - Pembacaan tuntutan tiga terdakwa kasus dugaan korupsi jaringan air bersih dan pipa pada Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Muba TA 2020-2021, terpaksa ditunda. Alasannya, JPU Kejari Muba kembali menyatakan belum siap.
“Mohon maaf Yang Mulia, untuk tuntutan belum siap dibacakan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Muba Dhea Oina Savitri SH, dan Muhammad Reza Revaldy SH, pada persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang Kelas IA Khusus, Senin (23/10).
Ketiga terdakwa itu, masing-masing mantan Kadis Perkim Muba Rismawati Gatmyr, PPK Novi Astuti, dan pelaksana kegiatan Imam Mahfud. Mendengar keterangan JPU Muba yang belum siap, majelis hakim yang diketuai Sahlan Effendi SH MH, akhirnya memutuskan sidang untuk ditunda. "Ini sudah ditunda dua kali, kami berikan waktu pekan depan untuk tuntutan segera dibacakan," ujar Ketua Majelis Hakim Sahlan Effendi SH MH, mengingatkan.
Diketahui, dalam sidang perdana 15 Agustus 2023 lalu, JPU Kejari Muba membacakan dakwaan ketiga terdakwa didakwa melakukan korupsi berupa penyimpangan beberapa item pembangunan IPAL. Berupa pekerjaan pemasangan listrik dan trafo daya 105 KVA di Desa Langkap, Kecamatan Babat Supat Kabupaten Muba, tahun anggaran 2021.
Tapi sampai dengan batas waktu penyelesaian pengerjaan, ternyata item pekerjaan tersebut belum juga terpasang. Padahal anggaran pengerjaan tersebut sudah dicairkan seluruhnya kepada pihak penyedia.
Atas perbuatan ketiga terdakwa, mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp1,4 miliar. "Ketiganya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP," urai JPU dalam dakwaannya.
Selain itu, terungkap ada satu tersangka lainnya yakni Ferdinand Simanjuntak. Dia Direktur PT Kenzo Putra Lintas, yang bersangkutan ditetapkan sebagai DPO. Penasihat hukum terdakwa Imam Mahfud, Wahyu Alaska SH saat itu mengungkapkan bila DPO Ferdinand Simanjuntak merupakan atasan kliennya. Kliennya, Imam Mahfud hanya sebagai pelaksana kegiatan proyek.
Pada persidangan lanjutnya, 2 Oktober 2023 lalu, terdakwa Rismawati Gatmyr, menjelaskan bila proyek tersebut pada Desember itu tidak diselesaikan karena ada masalah pemindahan lokasi. "Ada masalah, pemasangan jaringan listrik tidak selesai, ada perpindahan lokasi, karena ditolak warga," akunya.
Dia juga menjelaskan terkait pencairan uang yang sudah 100 persen dicairkan, karena dirinya sudah tanda tangan adendum atau pemberian kesempatan kepada pelaksana yakni PT Kenzo sampai 21 Desember 2021. "Saat itu saya juga tanda tangani berkas pencairan 100 persen pada tanggal 24 Desember 2021 karena semua sudah diverifikasi oleh KPA yang mulia," ujarnya.
Sementara saat JPU menanyakan apakah terdakwa Rismawati menerima uang sebesar Rp100 juta dari PT Kenzo, terdakwa Rismawati membantahnya. "Saya tidak menerima uang tersebut, Yang Mulia," akunya, kala itu. (Nsw/air)