PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Krisis pangan global semakin meningkat dipicu oleh konflik, perubahan iklim, dampak pandemi COVID-19 serta efek riak perang di Ukraina yang mendorong kenaikan harga pangan, bahan bakar, dan pupuk. Penanaman dan produksi tembakau menyebabkan kerusakan ekologi global dan perubahan iklim jangka panjang, dan memainkan peran penting dalam menentukan masa depan pertanian dan ketahanan pangan. WHO saat ini mengumumkan kampanye global 2023 untuk Hari Tanpa Tembakau Sedunia – berfokus pada menanam tanaman pangan berkelanjutan daripada tembakau. Memperingati Hari Tanpa Tembakau yang 31 Mei, dr Rouly Pola Pasaribu, SpPD, K-P, dokter spesialis Penyakit Dalam Konsultan Pulmonologi Rumah Sakit Dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang mengatakan, saat ini lebih dari 125 negara menanam tembakau sebagai tanaman komersial, dengan luas sekitar 4 juta hektar (ha), yang merupakan area yang lebih luas dari negara Rwanda. BACA JUGA : TRENDING TOPIC! RUU Kesehatan Samakan Tembakau dengan Narkoba. Cek Faktanya! “Efek berbahaya dari budidaya terhadap lingkungan sangat jelas terlihat di negara berpenghasilan rendah dan menengah,” katanya. Kampanye ini, tambahnya, akan mendorong pemerintah untuk mengakhiri subsidi untuk penanaman tembakau dan menggunakan penghematan untuk program substitusi tanaman yang meningkatkan ketahanan pangan dan gizi. Kampanye ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang cara industri tembakau mengganggu upaya untuk mengganti penanaman tembakau dengan tanaman yang berkelanjutan, sehingga berkontribusi terhadap krisis pangan global.
Kategori :