PALEMBANG - Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari ekspor batu bara memiliki potensi besar. Untuk mengoptimalkan pendapatan negara dari sisi minerba, negara perlu menyiapkan lembaga sendiri. Dikabarkan bahwa Pemerintah bersama pelaku usaha batu bara sepakat mengubah Badan Layanan Umum (BLU) sebagai pemungut hasil ekspor batu baru menjadi Mitra Instansi Pengelola (MIP) PNBP.
Menurut anggota Komisi VII DPR Yulian Gunhar, perubahan nama itu bukan menjadi masalah esensial. Yang terpenting bagaimana penerimaan negara dalam bentuk PNBP bisa optimal. “Memang sejak awal DPR minta beda. Entah apa nama entitas khusus hasil rapat RDP dengan Menteri ESDM dan pelaku usaha. Namun apa pun namanya, entah gotong royong atau apalah itu, yang terpenting PNBP harus masuk ke negara,” kata Yulian Gunhar, akhir pekan lalu.Gunhar mendesak perubahan pilihan nama entitas khusus dalam mekanisme pelaksanaan pungutan ekspor batu bara dari sebelumnya berbentuk BLU bisa segera rampung. Apabila pembahasannya berlarut-larut, maka berujung pada kerugian negara. “Kalau masalah perubahan pilihan nama entitas ini terlalu lama. Negara bisa rugi karena penjualan batu bara terus berjalan,” kata legilator PDIP itu. Legilator dari dapil Sumsel II tersebut memandang, pelaksanaan pungutan ekspor batu bara yang diatur di luar mekanisme Badan Layanan Umum (BLU), sudah tepat. Sebaliknya, dengan pola BLU harus ada setoran untuk dana pendidikan dan kesehatan dan UMKM. Hal itu seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan BLU. “Sedangkan dengan mekanisme MIP, entitas itu hanya akan menjalankan fungsi tunggal yakni sebagai lembaga ‘himpun-salur’. Melalui skema himpun-salur tersebut, PLN dan industri semen, pupuk, dan industri tertentu hanya wajib membayar batu bara senilai harga jual domestic market obligation atau DMO,” terangnya. (jp/fad)
Kategori :