Memberdayakan Masyarakat TN Berbak Sembilang hingga Mandiri, Olah Produk Ikan Asin, “Jual” Ekowisata Mangrove
KEMAS IKAN ASIN: Pekerja Kilang Pertamina Plaju mengajari warga Sei Sembilang cara mengemas ikan asin menggunakan plastik. Dari pekerjaan ini, warga memperoleh penghasilan tambahan Rp1 juta per bulan.-foto: ist-
SUMATERAEKSPRES.ID - Di pedalaman Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS), Dusun IV dan V Sembilang, Desa Sungsang IV, Banyuasin II itu berdiri. Sejak tahun 1979, warga asli Sungsang dan pendatang dari Jawa, Bugis, Minangkabau, Tiongkok asal Riau bermukim di pesisir dan hutan mangrove. Mereka mendirikan kilung-kilung atau bagan-bagan penangkap ikan, serta melaut ke Sungai Sembilang sampai Selat Bangka.
SETIAP hari silih berganti, nelayan tangkap Dusun Sembilang pergi berlayar demi memenuhi kebutuhan keluarga, salah satunya Iwan (46). Menggunakan perahu kecil bertenaga 9 PK, ia menangkap berbagai jenis ikan rucah seperti bilis, capu, lidah, bulu ayam, kepala batu, belamo, kemudian ikan sembilang, kakap, juaro, udang, kepiting.
Namanya nelayan kecil, sehari mendapat Rp200-300 ribu dari menjual ikan ke gudang-gudang pengepul sudah syukur. Belum potong modal bensin kapal Rp50-100 ribu per hari. “Banyak pula nelayan berlayar 3-4 hari sampai seminggu dengan beberapa ABK (anak buah kapal). Sesekali saya ikut menjadi buruh,” ungkapnya.
Nelayan menggunakan kapal bertenaga 5 GT (gross tonage) ke Laut Bangka menjaring ikan senangin, sebelah laut, bawl putih, pari, udang pink untuk ekspor. “Harganya ratusan ribu. Sekali jalan memperoleh beberapa ratus kilogram dengan penghasilan Rp2-3 juta. Dibagi rata bersama ABK. Melaut sangat tergantung cuaca, jika sedang musim barat atau puncak musim hujan (Desember-Januari) ombak setinggi 3-4 meter, kami memilih kelilingi sungai atau nganggur di rumah,” ujar Iwan.
Dengan pendapatan minim, ribuan nelayan Dusun Sembilang hidupnya sederhana. Tempat tinggal mereka rumah panggung berpenyangga kayu nibung berjajar rapi di tepi Sei Sembilang. Sementara istri-istrinya kebanyakan ibu rumah tangga (IRT) yang menanti hasil laut sang suami.
BACA JUGA:Objek Wisata Gua Batu Napalicin di Muratara Terbakar
BACA JUGA:Kebakaran Menghancurkan Goa Batu Napalicin di Muratara, Kerugian untuk Wisata Alam dan Budaya
Keberadaannya terpencil di hutan suaka. Dusun Sembilang jauh dari jangkauan dan perhatian orang luar. Menuju ujung Timur Sumatera itu lewat jalur sungai dan laut, naik speedboat 40 PK kapasitas 7 orang, dari Sungsang IV sekitar 1,5-2 jam perjalanan. “Tak ada kendaraan (mobil/motor) di kampung kami, kecuali sepeda. Jalan dusun cuma jalan setapak bertiang dari batu dan kayu. Akses kemana-mana naik perahu,” lanjutnya.
Bahan bakar minyak (BBM) ada yang jual untuk angkutan kapal penumpang, pompong nelayan, atau genset penerangan. “Tak ada listrik dan air bersih. Kami biasa gunakan air laut/sungai yang disuling menjadi air payau untuk mandi, mencuci. Air minumnya, kami menampung air hujan atau membeli air galon,” imbuhnya. Sinyal komunikasi juga sulit (wifi berbayar), wajar jika warga Sembilang rata-rata tak memiliki HP.
Di sisi lain, beberapa orang dewasa tak mampu baca tulis hitung (calistung) sejak lama, banyak putus sekolah, akses pendidikan sampai SD. Namun seiring waktu, Dusun Sembilang berubah. Masyarakat berdaya, orang dewasa bisa membaca, potensi wisata TNBS di-eksplor memberi sedikit banyak penghasilan bagi 1.400 jiwa penduduk. Semua itu setelah PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit III Plaju (Kilang Pertamina Plaju) menunjukan kepeduliannya melalui program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL)/CSR bertajuk “Bahari Sembilang Mandiri” sejak 2021 silam.
Pertamina menyadari TNBS salah satu cagar biosfer dunia yang ditetapkan UNESCO tahun 2017. Sehingga alamnya patut dijaga, dilestarikan, dikonservasi, direstorasi, dan penduduk yang bermukim diberdayakan untuk keberlanjutan kehidupan dan pengelolaan perubahan iklim. Taman Nasional yang berada di Banyuasin Sumsel (Sembilang) dan Muaro Jambi-Tanjung Jabung Timur (Berbak) itu sebagian besar hutan basah, rawa-rawa, tanah gambut, hutan mangrove, muara Sungai Musi dengan luas 205.750 hektar.
BACA JUGA:Nikmati Keindahan Wisata Wakatobi! Super Air Jet Mulai Terbang Langsung Akhir Oktober 2024
BACA JUGA:Siapkan Sentra UMKM dan Wisata Malam, Di Area Lawang Borotan, Revitalisasi Tuntas Sebelum 2025
Ada banyak flora dan fauna dilindungi, seperti anggrek harimau, gajah paku, nipah, cemara laut, pandan, jelutung. Habitat bagi harimau Sumatera, gajah, rusa, kijang, hingga ular cincin emas. Bahkan pada periode Oktober-April setiap tahun, jutaan ekor burung migran asal Siberia dan Australia hinggap ke pesisir TNBS.