Pengairan Tanaman Lancar, Produksi Padi Melimpah

Melihat Pemanfaatan PLTS Atap untuk Pompa Irigasi Sawah

Beberapa tahun lalu, petani Desa Tanjung Raja hanya mengandalkan air hujan untuk pengairan sawah padi. Tak heran jika setahun hanya satu kali tanam. Tapi sekarang berkat adanya PLTS atap bantuan salah satu BUMN, produktivitas padi petani meningkat.

----------------------------------------

PANEL surya (fotovoltaik) berwarna biru mengatapi jembatan Desa Tanjung Raja, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Ada sekitar 60 panel PV polycrystaline dengan total kapasitas 16,5 kilowatt peak (kWp) atau masing-masing 275 Watt peak (Wp) berjajar rapi di sana. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang berfungsi menghidupkan pompa irigasi air persawahan ini telah beroperasi sejak tahun 2020.

“Energi listrik dari PLTS ini menghidupkan inverter dan pompa irigasi kami sehingga bisa menyedot air sungai,” ujar Hopaini, Ketua Kelompok Tani Sehati Desa Tanjung Raja kepada Sumatera Ekspres, akhir pekan lalu. Saat pompa irigasi tenaga surya itu menderu, Hopaini bergegas menuju bak penampungan (intake) air sungai di pinggir pematangan sawah, setelah menghidupkan power inverter, mesin penggerak pompa air dalam sebuah box biru.

Air deras mengalir dengan debit (kecepatan) 30 liter per detik dari pipa-pipa saluran air sepanjang 1 km yang ditanam di tanah kedalaman 1-1,5 meter. Pompa itu menyedot air dari Sungai Enim, yang selanjutnya didistribusikan ke sawah petani seluas 30 hektare. Kalau mengangkut air untuk mengairi sawah tentu petani tak akan sanggup. Selain jaraknya jauh melewati kebun, ilalang, dan jalan raya, juga menanjak ke atas setinggi 30 meter dan irigasi persawahan butuh air yang banyak.

“Sebelum adanya PLTS irigasi, kami hanya mengandalkan sistem tadah hujan untuk sawah padi. Namanya bergantung dengan alam, jadi tidak tentu. Panen hanya bisa satu kali setahun. Dengan masa tanam saat musim hujan, sekitar September-April,” terangnya. Masuk musim kemarau, lanjutnya, masyarakat berhenti bercocok tanam karena tanpa pengairan potensi gagal panen.

“Awalnya kami mau bangun sistem irigasi persawahan karena kesulitan pengairan. Lalu lewat pemerintah desa, kami ajukan bantuan CSR (corporate social responsibility) ke salah satu BUMN tambang di Muara Enim. Ternyata usulan kami direspons, namun biaya pembangunan irigasi permanen terlampau mahal,” cerita Kaur Perencanaan Pemerintah Desa Tanjung Raja ini. Butuh banyak material bangunan, lahan yang besar, juga tenaga.

Sehingga BUMN tersebut menyarankan irigasi sawah pakai pompa air submersible, namun sumber listriknya menggunakan energi alternatif PLTS yang lebih murah dan ramah lingkungan. Perusahaan itu pun mengucurkan dana CSR Rp990 juta membangun PLTS irigasi. “Selama ini beberapa petani sebenarnya menggunakan genset, tapi biayanya mahal Rp250-500 ribu sehari untuk beli bensin. Energi listrik dari genset itu yang gerakan pompa air, cuma hitung-hitungannya rugi alias tidak balik modal,” ujarnya. Tidak sebanding hasil tani yang didapat, sehingga genset digunakan saat ancaman kekeringan saja.

Tapi setelah menggunakan pompa irigasi tenaga surya, petani tak perlu lagi bergantung tadah hujan karena pengairan sawah bisa dilakukan kapan saja, terutama saat kemarau. “Selama ada terik matahari, PLTS beroperasional setiap hari dari jam 8 pagi hingga pukul 16.30 WIB. Jika lagi hujan kami gunakan air hujan. Kami tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk genset, termasuk operasional dan perawatan PLTS. Ada 32 petani aktif yang bergabung di kelompok tani kita,” terangnya. Kalaupun ada pemeliharaan atau kerusakan komponen yang tidak terlampau parah, pihaknya meminta iuran 2 kg beras ke petani setiap kali panen untuk biaya perbaikan ringan.

Dan yang paling menguntungkan, produktivitas tani meningkat sebab di musim kemarau petani tetap bisa menanam padi karena kebutuhan air tersedia. “Tadinya petani Desa Tanjung Raja hanya satu kali tanam atau IP 100. Setelah adanya PLTS irigasi, kami bisa menanam 2 kali setahun (IP 200) tanpa hambatan. Target kami bahkan 3 kali tanam (IP 300) atau 5 kali tanam dalam 2 tahun,” ujarnya. Menurutnya, produksi padi di desanya mencapai 4,5-6 ton gabah kering giling (GKG) per hektare. “Karena sekarang sudah IP 200, otomatis pendapatan petani bertambah,” tandasnya. (fad/) https://sumateraekspres.bacakoran.co/?slug=sumatera-ekspres-24-januari-2023/

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan