Perbanyak Relaksasi Pajak Kendaraan, Untuk Pacu Pasar Otomotif

PROMOSI : SPG Mitsubishi promosi mobil X-FORCE pada salah satu event pameran. Setiap tahun penjualan mobil masih stagnan di angka rata-rata satu juta unit selama satu dekade ini.-Foto: Kris Samiaji/sumeks-

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Pasar otomotif nasional selalu stagnan di angka satu jutaan unit setiap tahun selama satu dekade. Kecuali tahun 2020 dan 2021, market anjlok berturut-turut 500 ribu dan 800 ribuan unit sebagai dampak dari melemahnya perekonomian akibat pandemi.

Jumlah ini berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).

Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam mengatakan harus ada dukungan dari pemerintah agar pasar otomotif Indonesia keluar dari stagnansi.

“Salah satunya harus ada relaksasi pajak. Banyak yang bilang dengan relaksasi negara terima apa, pengalaman kita setelah Covid dengan relaksasi pajak volume naik, square income pemerintah nggak turun,” katanya. “Itu yang kami minta evaluasi, justru dengan relaksasi ekonomi tumbuh, income pemerintah terjaga karena volume,” tambahnya.

BACA JUGA:Harus Tahu, Ini Loh Rumus Tarif Pajak Penghasilan Terbaru 2024, Saatnya Lapor SPT!

BACA JUGA:Tiga Pajak Over Target, Untuk PBB-KB, PKB, dan BBN-KB

Harapannya dengan relaksasi pajak yang menstimulus pembelian, permintaan meningkat dan produksi bisa ditingkatka. Sehingga lebih mampu menggerakkan ekonomi nasional. Terlebih pemerintah tengah mendorong laju kinerja industri otomtoif, sebagai salah satu sektor prioritas dalam pengembangan sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.

Secara kinerja bila berkaca pada tahun lalu, di mana capaiannya mendekati normal sebelum pandemi, produksi otomotif roda empat dan lebih mencapai 1,4 jutaan unit, sekitar 1,040 juta guna memenuhi kebutuhan domestik, sisanya ekspor.  

Kendati demikian torehan tersebut masih kalah dari Thailand, yang bisa mencetak produksi kendaraan tertinggi di Asia Tenggara mencapai 1,8 juta unit, sekitar satu juta hasil produksi untuk ekspor. “Secara domestik kita sudah leading dari Thailand, tinggal produksinya, di sana 1,8 juta unit beda 400 ribu unit. Di sini pajaknya dua kali lipat dibanding Thailand,” kata Bob. 

Maka dari itu dirinya mengusulkan beberapa skema relaksasi pajak. Misalnya penghapusan bea balik nama dan pajak barang mewah yang dilakukan negara tetangga. “Supaya industri kita bisa memimpin pasar, sekaligus memengaruhi investasi ke depan. Kalau produksi nomor dua terus, mungkin investor larinya bukan ke Indonesia. Penting take over produksi, tak hanya domestic market,” katanya. (fad)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan