APBD 2026 Menyusut, Belanja Pegawai Capai 70 Persen, Kepala BPKAD : Gaji Wajib, TPP Aman!
APBD Prabumulih 2026 Menyusut, Belanja Pegawai Melonjak hingga 70 Persen — Pemkot Pastikan Gaji dan TPP Tetap Aman. Foto:Dian/Sumateraekspres.id--
PRABUMULIH, SUMATERAEKSPRES.ID – Pemerintah Kota Prabumulih tengah menghadapi tantangan fiskal yang tidak ringan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026 dipastikan menyusut cukup tajam.
Jika dalam beberapa tahun terakhir APBD stabil di kisaran Rp1,2 triliun, untuk tahun anggaran 2026 angka tersebut turun menjadi Rp1,065 triliun.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Prabumulih, Wawan Gunawan Ak CA, menjelaskan bahwa penurunan ini terjadi bukan karena melemahnya kinerja daerah, melainkan dampak kebijakan pemotongan dana transfer dari pemerintah pusat.
“Hampir semua daerah merasakan hal yang sama. Pendapatan turun, sementara belanja pegawai justru naik,” ujar Wawan.
BACA JUGA:Perusahaan Anak BRI Sumbang Laba Rp8,2 Triliun, Fondasi Kinerja Grup Makin Kokoh
BACA JUGA:Nokia Lumia N95 6G: Kebangkitan Sang Legenda di Era Teknologi Futuristik
Kenaikan Belanja Pegawai Tak Terhindarkan
Lonjakan belanja pegawai yang kini hampir mencapai 70 persen APBD dipicu oleh kebijakan Kementerian Dalam Negeri yang mewajibkan penyelesaian penataan tenaga honorer dan PHL paling lambat Desember 2025.
Mereka yang lulus seleksi akan diangkat menjadi PPPK penuh, sementara yang tidak lulus dialihkan ke skema PPPK paruh waktu.
Perubahan status ini berdampak besar pada komponen gaji. Jika sebelumnya tenaga honorer menerima upah Rp1 juta hingga Rp1,5 juta, kini sebagai PPPK gaji mereka melonjak menjadi di atas Rp3 juta, bergantung tingkat pendidikan.
“Ini otomatis meningkatkan beban belanja pegawai dengan sangat signifikan,” terang Wawan.
BACA JUGA:Honda Vario 160: Skutik Harian yang Naik Kelas Jadi Simbol Gaya dan Performa
BACA JUGA:Nokia Royal Mini 5G: Kebangkitan Sang Legenda dalam Wujud Mini yang Super Premium
Daerah Lain Mulai Pangkas TPP, Prabumulih Pilih Bertahan
Kondisi fiskal yang ketat membuat beberapa daerah memilih langkah ekstrem, seperti memangkas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) atau bahkan merumahkan tenaga PPPK karena tidak mampu memenuhi kewajiban gaji.
