Kecam Penghancuran Makam Kramo Jayo

PALEMBANG – Cagar budaya Makam Kramo Jayo, Pangeran Kesultanan Palembang Darussalam telah hancur di samping SDN 44 Palembang, Lr Gubah Darat, Kelurahan 15 Ilir, Kota Palembang. Pantauan koran ini, beberapa makam telah rata dengan tanah. Tidak ada lagi batu nisan dan makam yang ada.

Lahan makam yang rusak itu pun sudah terpasang dan tertutup  seng sekarang. Lahan makam telah diperjualbelikan. Padahal makam ini merupakan situs cagar budaya teregistrasi nasional dan di-SK-kan Wali Kota Palembang. Cagar budaya ini pun dilindungi UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, sehingga sudah sepatutnya dijaga dan dilestarikan.

"Kompleks pemakanan ini semuanya makam pangeran dan keturunan Kesultanan Palembang Darussalam," kata Reza, warga setempat. Dirinya tak mengetahui secara persis permasalahan pembongkaran makam ini. "Tapi yang saya dengar lahan makam telah dijual oleh keturunannya," ucapnya.

Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kota Palembang, Dr Dedi Irwanto, mengaku dirinya sangat mengecam pembongkaran makam Kramo Jayo itu. Ini bukti Pemerintah Kota Palembang tak peduli pada makam sejarah yang dimiliki. "Harusnya makam ini tetap dilindungi dan dilestarikan," ucapnya. Memang, diakuinya, Palembang kota tua yang sudah darurat cagar budaya.

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Agus Rizal mengaku dirinya tak mengetahui adanya pembongkaran makam tersebut. "Saya turut mengecam aksi pembongkaran makam Kramo Jayo," ungkapnya. Keprihatinan juga datang dari Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) yang kemudian menggalang donasi untuk cagar budaya.

Sebelumnya, Koordinator AMPCB, Vebri AI Lintani, mengatakan, pihaknya ikut menyerukan “Palembang Darurat Cagar Budaya”  karena melihat tidak ada implementasi UU No 11/2010, Perda Kota Palembang Nomor 11 Tahun 2020 yang intinya tentang pelestarian cagar budaya. Indikatornya berdasarkan perintah UU dimana setiap cagar budaya harus bersertifikat. Diidentifikasi, didaftarkan, dan disertifikasi. “Tapi Palembang belum ada satu pun cagar budaya disertifikasi, meski sudah didaftarkan secara registrasi nasional,” terangnya.

Berdasarkan data, ada sekitar 160-an cagar budaya di Kota Palembang dan belum satu pun tersertifikasi. Ada pun Pasar Cinde tapi kini sudah rusak. “Makin hari rata-rata cagar budaya dibiarkan rusak, seperti Gua Jepang, makam Kramo Jayo (perdana menteri pertama zaman Belanda), dan lainnya,” ujarnya.

Cagar budaya yang gawat darurat hampir seluruh, bisa dicek satu persatu. “Pasar Cinde pusarannya sudah tidak ada, makam Aryo Damar di Jl Ariodilla ditunggu orang gila,” katanya. Belum lagi kondisi makam Sabo Kingking, makam Ki Gede Ing Suro yang juga terbilang gawat, Gua Jepang di Jl Ario Kemuning, Jl Joko, dan di seberang juga sudah habis. Kini giliran makam Kramo Jayo. “Masjid Agung sudah berubah total makanya ditolak jadi cagar budaya,” sampainya.

Kawasan BKB semrawut. Ada Patung Belido, gedung ACC karena kawasan mestinya bersih dari bangunan yang menutup karakter cagar budaya. “Kawasan icon yang dibangun Kesultanan BKB. Ada icon baru membunuh icon cagar budaya, padahal BKB ini benteng satu-satunya yang dibangun pribumi, bukan oleh Belanda dan masih berdiri kokoh,” jelasnya. (yud/fad/)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan