Jadikan BUMN Pembeli Siaga Bahan Pangan Pokok

*Lanjutkan Kebijakan DMO Dan DPO

JAKARTA - Kementerian Perdagangan memproyeksikan harga pangan pada 2023 masih tinggi, meski tak setinggi tahun lalu. Sebab, masih ada potensi kenaikan harga input produksi seperti pupuk dan energi, serta kecenderungan proteksionisme akan meningkatkan harga pangan dunia.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Kasan Muhri menyebutkan, ada risiko melemahnya rupiah yang berpengaruh terhadap harga komoditas yang sebagian berasal dari impor. Misalnya, kedelai, gula, daging sapi, tepung terigu, serta bawang putih. "Meskipun demikian, secara umum harga pangan relatif akan lebih rendah dibanding tahun lalu,” ujar Kasan.

Kasan menjelaskan, berdasarkan data pantauan SP2KP Kemendag per akhir pekan lalu, harga barang kebutuhan pokok secara umum variatif. Ada yang menurun ada juga yang naik. Misalnya, telur ayam ras yang sebelumnya sempat naik signifikan, kini berangsur stabil dan mulai menunjukkan tren penurunan baik di tingkat peternak atau di tingkat konsumen. Baca Juga : Bulog Pakai Skema Komersial

Pemerintah akan menjaga agar di tahun ini kebutuhan minyak goreng domestik terpenuhi dengan cara melanjutkan kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation) yang telah berjalan baik pada 2022.

Para eksportir CPO dan turunannya, sambung Kasan, harus menyediakan minyak goreng rakyat (MGR) baik dalam bentuk curah maupun minyak goreng kemasan dengan merek MinyakKita dengan jumlah 300 ribu ton setiap bulannya. Adapun harga jual minyak goreng tersebut ditentukan dengan HET akhir di tingkat konsumen Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram.

Baca Juga : Jangan Buru-buru Beralih ke Sawit

Sementara itu, BUMN gencar melakukan operasi pasar kebutuhan pokok di berbagai daerah sebagai bentuk antisipasi risiko pemburukan harga kebutuhan pokok. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan,  BUMN siap menjadi pembeli siaga (off taker) bahan pangan pokok dalam rangka mengantisipasi krisis.

Potensi inflasi pada tahun ini dapat disebabkan oleh dua sumber yakni tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) dan melonjaknya harga pangan. ”Terlebih, kondisi rantai pasok dunia diperkirakan masih terganggu. Untuk itu, Indonesia harus mampu menjaga kondisi supply chain atau rantai pasok pangan nasional,” ujar Erick.

Baca Juga : Integrasi NIK-NPWP Bisa via DJP Online

Dari survei penjualan eceran BI, prakiran harga ke depan tiga dan enam bulan yang akan datang (Februari dan Mei 2023) bakal menurun. Tercatat masing-masing sebesar 134,6 dan 140,2. “Responden menginformasikan penurunan harga karena stok barang yang mencukupi,” ucap Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono.

Kinerja penjualan Desember 2022 tumbuh terbatas. Yakni, di level 216,4 atau tumbuh 0,04 persen year-on-urat (YoY). Didorong oleh pertumbuhan kelompok peralatan informasi dan komunikasi yang melesat dari 3 persen di November menjadi 22,8 persen secara month-to-month (MtM) per Desember 2022. Sejalan masih tingginya penjualan TV digital.

Baca Juga : Bikin Naik Darah! Ini Lampu Merah Terlama di Indonesia

Secara bulanan, penjualan eceran tumbuh 6,3 persen. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau naik 5,8 persen MtM. Seiring dengan meningkatnya permintaan pada momen Natal dan tahun baru (nataru) dan strategi potongan harga (diskon) akhir tahun. “Penjualan eceran secara tahunan tertinggi di kota Banjarmasin, Medan, Surabaya, dan Makassar,” ungkapnya. (jp/fad/lia)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan