UMKM: Mampukah Berdiri di Kaki Sendiri?

Dr. Mohammad Eko Fitrianto, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya--
SUMATERAEKSPRES.ID - Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
Dengan jumlah mencapai 64,2 juta unit usaha, UMKM berkontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 97% dari total tenaga kerja nasional.
BACA JUGA:BRI UMKM EXPO(RT) 2025: Serunya Pameran UMKM dengan Pengunjung Mancanegara
Angka-angka ini menegaskan peran vital UMKM dalam menopang ekonomi negara.
Namun, di balik statistik yang mengesankan, muncul pertanyaan: sejauh mana UMKM mampu berdiri di kaki sendiri tanpa ketergantungan pada bantuan pihak lain?
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah menggelontorkan berbagai program bantuan, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan BantuanProduktif Usaha Mikro (BPUM), untuk mendukung keberlangsungan UMKM.
Pada tahun 2020, penyaluran KUR mencapai Rp178,07 triliun, meningkat 16,25% dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, dalam kurun wantu 2017 hingga 2022, program pembiayaan Ultra Mikro (UMi) telah menyalurkan Rp26,2 triliun kepada 7,4 juta debitur.
Bantuan tersebut menjadi angin segar bagi pelaku UMKM, terutama pada saat pandemi yang lalu.
Namun, ketergantungan yang berlebihan pada bantuan pemerintah dapat menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, bantuan tersebut membantu UMKM bertahan.
Di sisi lain, dapat menimbulkan mentalitas ketergantungan yang menghambat kemandirian dan inovasi.
Untuk memastikan UMKM mampu berdiri di kaki sendiri, diperlukan strategi yang berfokus pada penguatan kapasitas internal.
Ada dua strategi utama untuk meningkatkan kapasitas internal UMKM, Pertama, terkait dengan digitalisasi. Kedua, terkait dengan kolaborasi dengan perguruan tinggi.