Memacu Ekonomi Lokal dengan Hilirisasi Industri Kopi, Angkat Brand Kopi Sumsel
--
Karena itu penting sekali Pemerintah mendorong hilirisasi industri kopi di Provinsi Sumsel. Keberadaannya sangat vital dalam ekosistem kopi lantaran menyerap, mendorong produktivitas, dan menjaga pendapatan petani kopi, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan PAD dan devisa negara, juga mendukung ekspor impor.
Pertumbuhan industri hilir ini akan memacu kegiatan ekonomi Sumsel dan laju pertumbuhan atau PDRB, baik kopi sebagai komoditas ekspor maupun untuk konsumsi domestik. Ada 1,3 juta petani kopi (KK) di seluruh Nusantara yang menggantungkan mata pencahariannya dengan menanam kopi, khusus di Sumsel mencapai 199.152 petani. “Kami berharap banyak petani kreatif atau barista muda di desa mengolah kopi lokal, tak sekedar menjualnya dalam bentuk mentah,” sebutnya.
BACA JUGA:AHM Perkuat Ekonomi Daerah, Gandeng Puluhan Komunitas Difabel
Senada Kepala Desa Segamit, Kecamatan Semende Darat Laut (SDU), Sinwani. Mayoritas penduduk Segamit, 1.350 KK (90 persen) merupakan petani kopi. “Penduduk kita betul-betul menggantungkan penghasilan dari komoditas kopi. Namun panen kopi setahun sekali dan produksi tergantung cuaca, sehingga petani harus nyambi menanam padi memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya berharap petani tak sekedar menjual biji kopi mentah, tapi bubuk kopi yang sudah punya brand. “Meski sebenarnya menjual mentah lebih gampang. Di kebun pun komoditas kopi dihargai mahal oleh pengepul,” tuturnya. Cuma kan, lanjut Sinwani, orang jadi tidak kenal kopi Semende jika hanya menjual mentah. Pengepul membawanya ke Lampung, Palembang, sampai Aceh. Di Lampung, biji kopi Semende diolah menjadi bubuk kopi, jadilah kopi Robusta Lampung, padahal mungkin asalnya dari Sumsel.
Diakuinya, menjual kopi kemasan akan memberi nilai tambah bagi petani. Dengan harga bubuk kopi yang lebih mahal, walau produksi sedikit, petani kopi tetap berpenghasilan tinggi. Sehingga perlu sekali mendorong pertumbuhan industri kopi, meski hanya skala rumahan, lebih bagus lagi skala besar supaya petani tak perlu jauh-jauh lagi memasok biji kopi sampai ke Lampung.
Sebelumnya, pada ajang pemecahan Rekor Muri Minum Kopi Serentak di Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, Sabtu (13/7/2024), Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie menyampaikan Indonesia merupakan penghasilan kopi terbesar ke-4 dunia, setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. “Tak salah jika Sumsel harus merebut (predikat) sebagai pusat kopi nasional, karena memang pusat kopi Indonesia ada di Sumsel,” ungkapnya.
Pj Gubernur Sumsel, Elen Setiadi, menjelaskan Pemprov Sumsel berkomitmen mendorong nama Kopi Sumsel mendunia. “Potensi kopi kita sangat besar dan punya nilai keekonomian yang tinggi, makanya kita meluncurkan brand Kopi Sumsel,” terang Elen. Menurutnya, Kopi Sumsel perlu mendapat SIG yang menandai karakteristik biji kopi saat diekspor. Adanya SIG buat kopi memiliki identitas lokal yang tidak bisa diklaim pihak lain.
BACA JUGA:Pemimpin Baru Harapan Baru : Menitipkan Ekonomi Kreatif di Pundak Pemimpin Baru Kota Palembang
BACA JUGA:Profil Kecamatan Sako Potensi Ekonomi yang Terus Berkembang di Palembang
Selain itu, pengelolaan komoditas kopi perlu perbaikan, mulai dari proses hulu (produksi) dari petani hingga hilirisasi industri, supaya biji kopi mentah tidak “lari” ke luar sebelum diolah. Pemprov Sumsel sendiri menerbitkan Pergub Kopi Sumsel yang mengatur bagaimana pengembangan berbagai jenis kopi, mulai dari proses produksi, pengelolaan, pemasaran (distribusi), hingga pengembangan kopi. Kopi apapun yang dibuat harus menggunakan merek Kopi Sumsel dengan berbagai jenisnya.
Tarik Investor Kopi, Memacu Uang Beredar di Sumsel
Ketua Dewan Kopi Sumatera Selatan, Zain Ismed mengakui industri hilir kopi belum banyak di Sumsel. Rata-rata kopi petani Sumsel dijual ke Lampung yang banyak pabrik-pabrik kopi skala industri besar seperti Kopi Kapal Api. “Kalaupun ada di Sumsel, kebanyakan masih skala kecil atau home industry sehingga perlu ada hilirisasi industri dengan menarik investor masuk Sumsel agar mau mendirikan pabrik kopi,” tegasnya.
Karena, semakin banyak industri hilir semakin besar multiplier effect-nya bagi perekonomian Sumsel. “Sekarang dengan besarnya produksi kopi Sumsel, saya perkirakan uang beredar dari kopi saja mencapai Rp13-15 triliun. Jika industri hilir-nya bertumbuh, maka mungkin bisa menjadi 2-3 kali lipat,” terang Zain.