Memandirikan Kawasan Transmigrasi, Ciptakan Sumsel Swasembada Pangan
--
SUMSEL, SUMATERAEKSPRES.ID – Tanaman padi petani Muara Telang menginjak usia 50 hari per November 2024. Warnanya kian menghijau dan beranak pinak di fase vegetatif ini. Petani rata-rata telah menyelesaikan pemupukan 2 kali, tepatnya usia 25 hari dan 40 hari. Diperkirakan panen raya musim pertama berlangsung pertengahan Januari 2025, atau saat padi berumur 110-120 hari.
Sejak zaman transmigrasi tahun 1980-an, penduduk Muara Telang menggantungkan mata pencahariannya dengan menanam padi, sebagaimana program Pemerintah. Ratusan transmigran asal Pulau Jawa mendapatkan lahan pertanian sebagai sumber memenuhi kebutuhan hidup.
“Waktu orang tua masuk ke sini (transmigrasi, red), saya belum lahir. Tapi sejak awal bapak ibu bertani, dan sekarang saya meneruskan pertaniannya,” ujar Robbani (39), warga Desa Sumber Hidup, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin kepada Sumatera Ekspres, Selasa (26/11).
Kendati hanya ke sawah, mereka mampu bertahan puluhan tahun di kawasan perairan tersebut. Bahkan hingga kini bertani tetap pencaharian utama dengan produksi padi rata-rata 7,5-8 ton GKG per hektar per satu kali tanam. “Dari 2009-2010, kami sudah IP 300 yaitu 2 kali tanam padi dan 1 kali tanam jagung,” lanjut Ketua Kelompok Tani Guna Bersama ini.
Menurut Robbani, tingginya produktivitas tanam tak lepas dari suplai pupuk yang tak pernah putus ke Muara Telang, khususnya pupuk bersubsidi dari PT Pupuk Indonesia (Persero) Group melalui anak usahanya PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang. “Ketersediaan pupuk sangat penting, karena tanaman padi butuh nutrisi seperti nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K) supaya cepat berkembang biak dan tumbuh maksimal,” terangnya lagi.
BACA JUGA:Tanam Bibit Jagung di Lahan 2000 m2, Polres Prabumulih Dukung Ketahanan Pangan
Satu kali tanam, setidaknya ia membutuhkan 6 sak/karung (50 kg/sak) pupuk Urea dan NPK Phonska per hektar. “Setiap masa tanam saya menggarap 3 hektar sawah padi dan 1,5-2 hektar jagung. Berarti setiap tahun saya menghabiskan sekitar 48 sak pupuk,” rincinya. Pupuk subsidi itu ia beli ke Kios Sumber Jaya, pengecer resmi Pusri dengan harga sesuai HET (harga eceran tertinggi), Urea Rp112.500/sak (Rp2.250/kg) dan NPK Phonska Rp115.000/sak (Rp2.300/kg).
Dikatakan, masing-masing petani punya jatah (alokasi) berdasarkan data RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok) yang disetor Gapoktan ke kios resmi. “Kelompok saya ada 47 anggota, dan semuanya masuk e-RDKK tani penerima pupuk subsidi. Makanya kami tak pernah khawatir kekurangan atau kehabisan stok. Kebutuhan pupuk kami selalu tercukupi sepanjang tahun,” tegasnya.
Tinggal pihaknya mengupayakan produksi padi meningkat menjadi 9 ton GKG per hektar, mulai dari perawatan lahan, penyiangan gulma, penyemprotan pestisida, penanggulangan hama, pemupukan berimbang sesuai rekomendasi produk dari Pusri. “Selain mengenjot produktivitas, kami juga memperbanyak masa tanam untuk peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan petani,” tambahnya.
Robbani menyebut pertanian di Muara Telang merupakan sawah pasang surut (lahan rawa) yang berada di seputar muara atau pesisir Sungai Musi. “Kalau air sungai tidak genangi sawah, kita gunakan pompa air mengairi padi. Pas kemarau panjang, sungai surut dan lahan kering, kita menanam jagung (IP 300) bulan Mei-Juni,” ceritanya.
BACA JUGA:Tanam Jagung dan Cabai Perkarangan Mapolsek, Wujudkan Ketahanan Pangan
BACA JUGA:Polres PALI Tebar Benih Jagung, Perkuat Ketahanan Pangan
Walau begitu, sistem pertaniannya sudah semi teknologi sejak 5-6 tahun terakhir. Tak lagi manual, misalnya saat tanam benih langsung (tabela). “Dulu menanam bibit dengan tangan, sekarang pakai alat blower. Untuk mengolah sawah, kita gunakan TR 4 (tractor roda empat), dan ketika panen menggunakan mesin pemanen padi (Combine Harvester, red),” lanjutnya. Petani pun pernah uji coba penaburan benih menggunakan drone, meski hasilnya belum maksimal.